KPK Tepis Isu Politis Dalam OTT Gubernur Bengkulu : Penegakan Hukum Murni, Masyarakat Jangan Terprovokasi !

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Sekretaris Daerah Bengkulu Isnan Fajri (kiri), Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (tengah), dan ajudan Gubernur Bengkulu Evrianshah yang menjadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi berupa pemerasa-Foto : Dokumen Palpos-

Penyidik juga menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp7 miliar yang diduga hasil pemerasan.

Uang tersebut, menurut KPK, merupakan bagian dari iuran yang diminta oleh RM dan timnya dari sejumlah pejabat dan instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.

Setelah dilakukan pemeriksaan intensif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, penyidik menetapkan tiga orang sebagai tersangka utama, yaitu Rohidin Mersyah (RM), Isnan Fajri (IF), dan Evriansyah alias Anca (EV).

“KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, sedangkan lima lainnya dipulangkan karena belum ditemukan cukup bukti keterlibatan mereka,” ujar Alexander.

Ketiga tersangka langsung ditahan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK untuk memudahkan proses penyidikan lebih lanjut.

Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal tersebut mengatur mengenai larangan pemerasan dalam jabatan, serta penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.

Ancaman hukuman bagi pelanggaran ini bisa mencapai 20 tahun penjara.

Penangkapan Rohidin Mersyah menuai berbagai tanggapan dari masyarakat dan pemerhati hukum.

Sebagian pihak memuji langkah cepat KPK dalam memberantas korupsi di daerah, namun ada pula yang mengaitkannya dengan dinamika politik menjelang pilkada.

Alexander Marwata menegaskan bahwa KPK tidak terpengaruh oleh tekanan politik atau opini publik dalam menjalankan tugasnya.

Ia juga meminta masyarakat untuk mendukung proses hukum yang sedang berjalan.

“Kami harap masyarakat tidak terprovokasi dengan isu-isu yang tidak berdasar. KPK bekerja berdasarkan bukti dan fakta hukum, bukan atas dasar kepentingan tertentu,” katanya.

Operasi ini menjadi salah satu dari serangkaian upaya KPK dalam mempersempit ruang gerak korupsi di daerah.

Dalam beberapa tahun terakhir, KPK mencatat meningkatnya jumlah laporan masyarakat terkait dugaan korupsi di pemerintah daerah, termasuk praktik pemerasan dan gratifikasi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan