Lawan Kampanye Hitam dan Negatif : Masyarakat Diminta Jadi Garda Terdepan !
Ilustrasi kampanye hitam dan negative.-Foto: Istimewa-
BACA JUGA:RDPS Unggul Jelang Pilkada 2024 : Survei PUTIN Tunjukkan Elektabilitas 52,70 Persen !
Kurniawan menambahkan, mengatakan pihaknya hingga saat ini belum menemukan pelanggaran yang signifikan.
Namun, mengingat tingginya penggunaan media sosial dan kecanggihan teknologi, potensi kerawanan dalam kampanye di medsos juga ada.
“Untuk di medsos kami belum ada temuan pelanggaran, tetapi kami terus memperketat pengawasan,” katanya.
BACA JUGA:Pencegahan Korupsi Penganggaran APBD Provinsi Sumsel
BACA JUGA:Masalah Truk ODOL : Ini Aturan dan Sanksi bagi Pengemudi yang Melanggar !
Ia mengatakan perkembangan teknologi saat ini membuat media sosial menjadi alat penting dalam kampanye yang memiliki dampak bisa positif ataupun negatif.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau tim sukses pasangan calon (paslon) untuk mematuhi aturan yang berlaku dan memanfaatkan teknologi dengan bijak.
“Zaman sekarang semakin canggih, masyarakat juga semakin banyak menggunakan medsos. Media sosial ini adalah alat, yang efeknya bisa positif maupun negatif, tergantung cara penggunaannya,” ujarnya.
Selain itu, Bawaslu juga membuka ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan, namun apabila menemukan akun-akun yang melakukan pelanggaran kampanye di media sosial, masyarakat dapat melaporkannya langsung ke Bawaslu untuk segera ditindaklanjuti.
Dengan pengawasan yang lebih ketat dan partisipasi aktif dari masyarakat, Bawaslu berupaya menciptakan kampanye yang sehat dan sesuai dengan regulasi di Pilkada 2024.
Ia juga berharap teknologi yang berkembang pesat ini dimanfaatkan secara positif, terutama oleh tim paslon, sehingga kampanye tetap berjalan sesuai aturan yang ditetapkan.
“Harapannya, kecanggihan medsos bisa dimanfaatkan dengan baik oleh semua pihak yang terlibat dalam pilkada," jelasnya.
Menurut Pengamat Politik yang juga Akademisi, Bagindo Togar mengatakan, black campaign dapat memperburuk polarisasi masyarakat.
"Ini bukan hanya merusak kepercayaan publik terhadap calon pemimpin, tetapi juga merusak tatanan demokrasi," jelasnya.