De la Fuente menilai Georgia sekarang bukan lagi Georgia yang mereka kalahkan tahun lalu.
Ia menaruh respek besar pada Georgia dan meminta pemainnya untuk tidak meremehkan lawan serta memperkuat kemampuan dalam menangkal serangan balik.
Willy Sagnol, pelatih Georgia, juga sudah melupakan kejadian dua tahun lalu dan siap menghadapi lawan yang memenangkan tiga pertandingan fase grup.
BACA JUGA:Hajar Bolivia, Uruguay ke Perempat Final Copa Amerika 2024
BACA JUGA:Optimis Timnas Indonesia Bisa Buat Kejutan di Kualifikasi Piala Dunia 2026
Sagnol menyatakan bahwa timnya memasuki arena dengan kepercayaan diri tinggi dan bermain lepas, karena mereka sudah merasa mencapai prestasi besar hanya dengan lolos dari fase grup.
Sepak bola bukan hanya soal taktik, tetapi juga soal hati. Dengan energi ekstra dan kepercayaan diri tinggi, Georgia berhasil menyulitkan Republik Ceko dan Portugal, dua tim yang kuat dalam kompetisi ini.
Spanyol: Tim yang Menakutkan
Spanyol memasuki lapangan dengan modal besar berupa statistik yang mengesankan. Mereka mencetak lima gol tanpa kebobolan, sementara Georgia memasukkan dan kemasukan empat gol.
La Roja mengungguli The Crusaders dalam berbagai aspek seperti penguasaan bola, akurasi umpan, jelajah lapangan, penciptaan peluang, dan frekuensi serangan.
Jika Georgia melancarkan 90 serangan dan membuat 27 peluang yang 8 di antaranya tepat sasaran, maka Spanyol meluncurkan 148 serangan dan menciptakan 48 peluang yang 16 di antaranya tepat sasaran.
Namun, dalam kesempurnaan Spanyol, selalu ada celah yang bisa dieksploitasi oleh lawan.
Salah satu celah tersebut adalah catatan Spanyol dalam pertandingan 16 besar turnamen utama sepak bola.
Dua tahun lalu, mereka terlempar dari Piala Dunia 2022 pada babak yang sama setelah kalah adu penalti melawan Maroko.
Kenangan buruk ini bisa mempengaruhi performa La Roja, terutama para pemain yang mengalami langsung nestapa di Qatar itu.
Spanyol juga akan menghadapi tim yang mengandalkan serangan balik, seperti Maroko dua tahun lalu, yang bisa menyulitkan mereka.