Kondisi ini bisa berbahaya terutama bagi aktivitas di luar ruangan dan bisa mengakibatkan gangguan pada jaringan listrik serta potensi banjir kilat.
Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, menyatakan bahwa potensi hujan di sejumlah wilayah Indonesia masih tinggi setidaknya hingga bulan September.
Beberapa wilayah juga sudah mulai memasuki musim kemarau, namun dinamika atmosfer yang aktif tetap mendominasi.
Fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang ekuatorial Rossby dan Kelvin, hingga pola sirkulasi siklonik serta potensi pembentukan daerah belokan dan perlambatan angin menjadi penyebab utama kondisi ini.
Madden Julian Oscillation (MJO) adalah fenomena atmosfer yang ditandai dengan fluktuasi periodik konveksi tropis yang bergerak dari barat ke timur di sepanjang daerah khatulistiwa.
Gelombang MJO ini dapat meningkatkan aktivitas hujan di wilayah yang dilewatinya.
Gelombang ekuatorial Rossby dan Kelvin adalah jenis gelombang atmosfer yang dapat mempengaruhi pola cuaca di wilayah tropis.
Gelombang ini dapat meningkatkan aktivitas konveksi dan pembentukan awan hujan.
Pola sirkulasi siklonik merujuk pada sistem tekanan rendah yang berputar berlawanan arah jarum jam di belahan bumi utara dan searah jarum jam di belahan bumi selatan.
Pola ini dapat memicu terbentuknya daerah konvergensi angin yang meningkatkan potensi hujan.
Daerah belokan dan perlambatan angin adalah kondisi atmosfer di mana angin berubah arah atau kecepatannya berkurang secara signifikan.
Kondisi ini sering kali menyebabkan penumpukan massa udara lembab yang dapat memicu hujan.
BMKG juga mengingatkan masyarakat akan dampak cuaca ekstrem yang dapat menyebabkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, banjir lahar hujan, dan tanah longsor.
Meskipun beberapa wilayah sudah mulai memasuki musim kemarau, potensi hujan yang tinggi tetap perlu diwaspadai.