Secara historis, Suku Semende berasal dari keturunan suku Banten yang pada beberapa abad silam merantau dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera.
Mereka menetap dan berkembang biak di daerah Semendo.
Kehidupan suku ini sebagian besar bergantung pada hasil pertanian yang masih diolah dengan cara tradisional.
BACA JUGA:Asal Mula, Sejarah, dan Fakta Unik Prabumulih : Kota Petro Dolar di Sumatera Selatan !
BACA JUGA:Asal Usul dan Legenda 4 Pendekar : Fakta Unik di Balik Kabupaten Empat Lawang Sumatera Selatan !
Lahan pertanian di daerah ini cukup subur, terletak sekitar 900 meter di atas permukaan laut, yang membuat hasil panennya melimpah.
Pada tahun 1650 Masehi atau 1072 Hijriyah, Sumatera Selatan menjadi saksi sebuah pertemuan penting yang melibatkan sekitar 50 ulama di Perdipe Pagaralam.
Para ulama ini berasal dari berbagai wilayah dalam rumpun Melayu, termasuk Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaka, Fak-Fak di Papua, Ternate, dan Kepulauan Mindanau.
Pertemuan ini, yang disebut Mudzakarah, bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan sebuah gerakan yang bertujuan memperluas dakwah Islam dan mengikis pengaruh animisme serta budaya jahiliyah yang masih kuat di masyarakat saat itu.
Mudzakarah ini menghasilkan beberapa keputusan penting yang berdampak luas.
Salah satu hasil signifikan adalah perluasan dakwah Islam yang berujung pada terkikisnya kepercayaan animisme dan budaya jahiliyah di banyak komunitas.
Selain itu, mudzakarah ini juga melahirkan kader-kader mujahid yang berperan aktif dalam melawan penjajah Eropa.
Para ulama dan mujahid bekerja sama dengan berbagai kesultanan baru yang muncul, menjalin kerjasama erat dalam menghadapi ancaman eksternal.
Berdasarkan arsip kuno berupa kaghas (tulisan dengan huruf ulu di atas kulit kayu) yang ditemukan di Dusun Penghapau, Semende Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, diketahui bahwa tokoh sentral dalam mudzakarah ini adalah Syech Nurqodim al-Baharudin, yang juga dikenal sebagai Puyang Awak.
Arsip tersebut diterjemahkan pada tahun 1974 oleh Drs. Muhammad Nur, seorang ahli purbakala dari Jakarta.
Syech Nurqodim al-Baharudin merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati melalui putri sulungnya, Panembahan Ratu Cirebon, yang menikah dengan Ratu Agung Empu Eyang Dade Abang.