Dunia Bertarung di Ekonomi
Anggota Komisi Percepatan (kiri ke kanan) Otto Hasibuan, Listyo Sigit Prabowo, Ahmad Dofiri, Tito Karnavian, Badrodin Haiti dan Jimly Asshiddiqie memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (7/11/2025).-Foto: Antara-
JAKARTA – Menteri Dalam Negeri sekaligus Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Sriwijaya (Unsri), Muhammad Tito Karnavian, menegaskan bahwa kekuatan global saat ini tidak lagi diukur dari kekuatan militer, melainkan dari kemampuan ekonomi, budaya, dan penguasaan pengetahuan.
Dalam orasi ilmiahnya bertajuk Peran Perguruan Tinggi dalam Mendukung Indonesia Emas 2045 pada Dies Natalis ke-65 Unsri di Palembang, Sumatera Selatan, Tito menekankan bahwa dunia kini memasuki era persaingan baru yang ditentukan oleh kapasitas ekonomi dan inovasi.
“Banyak masalah global kini diselesaikan bukan dengan perang, tapi melalui perdagangan, sosial, dan budaya. Pertarungan yang paling menentukan saat ini adalah di bidang ekonomi,” ujarnya di Jakarta, Sabtu.
BACA JUGA:Publik Puas Kinerja Hukum dan Antikorupsi Prabowo-Gibran
BACA JUGA:Pemprov Sumsel Kembangkan Gerakan Mandiri Pangan Ke Daerah Pesisir
Mengutip pemikiran Prof. Sait Yilmaz dalam buku State, Power, and Hegemony, Tito menjelaskan bahwa kekuatan ekonomi suatu negara ditopang oleh empat faktor penting: jumlah tenaga kerja besar, sumber daya alam yang melimpah, wilayah luas, dan posisi geografis strategis.
“Letak geografis Indonesia sangat vital karena berada di jalur perdagangan dunia. Jika dimanfaatkan dengan bijak, posisi ini bisa memberikan pengaruh besar terhadap ekonomi global,” tegasnya.
Tito menilai hanya beberapa negara yang memenuhi keempat kriteria tersebut, di antaranya China, India, Amerika Serikat, Rusia, dan Indonesia.
BACA JUGA:Roy Suryo Hormati Penetapan Tersangka Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi
BACA JUGA:MPR: Prabowo Presiden Mandiri, Bukan di Bawah Kendali Jokowi
Ia optimistis Indonesia berpeluang menjadi kekuatan ekonomi terbesar keempat dunia pada tahun 2045, asalkan mampu mengelola potensi sumber daya manusia (SDM) secara optimal.
Menurutnya, keunggulan alam saja tidak cukup untuk menjadikan Indonesia negara maju.
“Negara tidak maju karena sumber daya alam, tapi karena SDM yang unggul. Bonus demografi Indonesia sebesar 68,95 persen harus diarahkan melalui pendidikan agar menjadi kekuatan produktif,” ujarnya.
BACA JUGA:Dorong Penilaian Objektif dalam Pemberian Gelar Pahlawan Nasional