2. Imbal Hasil Obligasi AS
Imbal hasil obligasi AS, terutama obligasi tenor 10 tahun, seringkali menjadi acuan bagi investor global dalam mengambil keputusan investasi.
Penurunan yield obligasi AS menjadi 4,343 persen dari sebelumnya 4,406 persen menunjukkan adanya peningkatan permintaan terhadap obligasi AS.
Yield yang lebih rendah cenderung membuat aset berdenominasi dolar AS kurang menarik dibandingkan dengan aset di negara lain, termasuk Indonesia, yang memberikan hasil lebih tinggi.
Penurunan yield obligasi AS dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kebijakan moneter yang longgar, ekspektasi inflasi yang rendah, atau permintaan yang tinggi terhadap aset safe-haven.
Dalam konteks ini, penurunan yield obligasi AS meningkatkan daya tarik aset berdenominasi rupiah bagi investor asing, sehingga meningkatkan permintaan terhadap rupiah dan mendorong penguatannya.
3. Data Tenaga Kerja AS
Data tenaga kerja AS merupakan indikator penting yang memberikan gambaran mengenai kesehatan ekonomi AS.
Data seperti tingkat pengangguran, jumlah pekerjaan baru yang diciptakan, dan pertumbuhan upah dapat mempengaruhi kebijakan moneter Federal Reserve.
Jika data tenaga kerja menunjukkan kinerja yang kuat, hal ini dapat meningkatkan ekspektasi kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lainnya.
Sebaliknya, jika data tenaga kerja menunjukkan kinerja yang lemah, hal ini dapat menyebabkan penurunan ekspektasi kenaikan suku bunga dan melemahkan dolar AS.
Oleh karena itu, para pelaku pasar akan terus memantau data tenaga kerja AS yang akan dirilis pada pekan ini untuk memproyeksikan arah kebijakan moneter dan pergerakan nilai tukar selanjutnya.
Dalam jangka pendek, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diproyeksikan masih berpotensi menguat didukung oleh inflasi domestik yang rendah dan penurunan imbal hasil obligasi AS.
Namun, proyeksi ini tetap bergantung pada perkembangan data ekonomi global, terutama data tenaga kerja AS.
Jika data tenaga kerja AS menunjukkan kinerja yang kuat, hal ini dapat memperkuat dolar AS dan menekan nilai tukar rupiah.
Sebaliknya, jika data tenaga kerja AS menunjukkan kinerja yang lemah, hal ini dapat melemahkan dolar AS dan mendorong penguatan nilai tukar rupiah.