BACA JUGA:Mengejar Pahala dan Berkah Dalam Berpuasa
BACA JUGA:Puasa Ramadhan: Tradisi Bersejarah yang Menyatu dengan Kehidupan Umat Islam
Selain itu, Byzantium memiliki senjata mematikan yang dikenal sebagai Api Yunani, yang mampu membakar di segala kondisi, bahkan semakin efektif jika terkena air.
Metode pembuatannya sangat dirahasiakan, dan baru terungkap setelah lebih dari empat abad.
Meskipun gagal menaklukkan Konstantinopel, Muawiyah berhasil membuat Byzantium jera.
Mereka akhirnya sepakat untuk mengadakan perjanjian gencatan senjata yang jangka panjang dan menghormati batas wilayah.
Namun, hanya pada masa Sultan Muhammad Fatih dari Turki Utsmani pada tahun 1453 M bahwa Byzantium benar-benar dapat ditaklukkan.
Setelah mengalihkan perhatiannya dari Byzantium, Muawiyah memusatkan perhatian pada ekspansi di Afrika Utara.
Di bawah pimpinan panglimanya yang terkenal, Uqbah bin Nafi’, Libya, Tunisia, dan Aljazair berhasil ditaklukkan.
Uqbah kemudian membangun kota Kairawan di utara Tunisia sebagai pusat peradaban dan pangkalan militernya.
Di sisi lain, di wilayah timur, penaklukkan Turkistan dan India juga berkembang pesat.
Namun, di Persia, masih ada gerakan pemberontak yang ingin mengembalikan kejayaan Persia Sasania.
Muawiyah menanggapi hal ini dengan stabilisasi daerah melalui proses transmigrasi besar-besaran.
Ribuan keluarga Arab, keturunan sahabat dan tabiin, ditempatkan di sana untuk memfasilitasi proses asimilasi dan integrasi budaya.
Dari sini, terciptalah kehidupan harmonis di Persia, yang melahirkan banyak cendekiawan dan ulama besar.
Wafatnya Muawiyah pada bulan Rajab tahun 60 H/680 M menandai akhir dari kepemimpinannya yang berpengaruh.