Rinciannya, tinggi hilal 0,33 derajat di Jayapura, Papua; elongasi 1,64 derajat di Denpasar, Bali, sampai dengan 2,08 derajat di Jayapura, Papua; dan umur bulan -0,15 jam di Waris, Papua, hingga 2,84 jam di Banda Aceh, Aceh.
BACA JUGA:Penetapan 1 Ramadan 1445 H, Kemenag : Sidang Isbat sebagai Forum Bersama Pengambilan Keputusan
BACA JUGA:BPJS Tenaga Kerja Muara Enim Santuni Pekerja Korban Ambruknya Flyover Bentaian
Kriteria MABIMS diprakirakan baru terpenuhi pada magrib 11 Maret. Artinya, puasa baru bisa dilakukan keesokan harinya.
Sementara itu, Muhammadiyah sejak awal tahun sudah memutuskan awal Ramadhan 2024 jatuh pada 11 Maret.
Pasalnya, ormas yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini tak memakai patokan bulan baru hijriah yang sebesar kriteria MABIMS.
Muhammadiyah menetapkan awal bulan baru Kalender Hijriah berdasarkan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal (kondisi peredaran Bulan, Bumi, dan Matahari yang sebenarnya), dan bukan hisab 'urfi (peredaran rata-rata).
Penetapan itu didasarkan pada proses ijtimak (Bumi, Bulan, dan Matahari berada pada posisi garis bujur yang sama, tanda satu putaran penuh) atau konjungsi.
Walhasil, melansir situs Muhammadiyah, seberapa pun tingginya (meskipun hanya 0,1 derajat), maka esoknya, setelah konjungsi terjadi, adalah hari pertama bulan baru hijriah.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak masyarakat untuk menyikapi perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan dengan sikap pengertian dan legawa.
Menurutnya, perbedaan tersebut adalah hal yang wajar dan seringkali terjadi dalam masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Wapres Ma'ruf usai menghadiri Peresmian dan Festival Kemandirian Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas Tahun 2024 di Ponpes Daarul Archam Rajeg, Tangerang, Banten.
Ma'ruf menjelaskan bahwa perbedaan dalam penetapan awal bulan puasa disebabkan oleh berbagai kriteria dalam melihat keberadaan hilal yang mungkin diinterpretasikan secara berbeda oleh setiap anggota sidang.
Setiap kali tinggi hilal berada di bawah 2 derajat, kemungkinan terjadinya perbedaan sangat besar karena kriteria yang berbeda.
Pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah memiliki pandangan yang berbeda dalam menentukan awal bulan Ramadhan, dimana pemerintah dan NU menganggap bahwa tinggi hilal harus minimal 2 derajat agar bisa dirukyah, sementara Muhammadiyah melihatnya cukup dengan wujud hilal saja.
Ma'ruf mengimbau masyarakat untuk menjalankan ibadah puasa sesuai dengan penetapan yang mereka pilih, baik itu mengikuti penetapan pemerintah, NU, atau Muhammadiyah.