PALEMBANG – Pakar astronomi menjelasakan alasan potensi perbedaan awal Ramadhan 2024 terkait dengan beda kategori kondisi hilal yang digunakan lembaga-lembaga keagamaan.
Berdasarkan kalender Muhammadiyah, Ramadhan 2024/1445 Hijriah di Indonesia akan dimulai pada 11 Maret.
Sementara, awal Ramadhan versi Pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) diprediksi baru terjadi pada 12 Maret.
Profesor Riset Astronomi-Astrofisika di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menjelaskan penyebab utama perbedaan penentuan awal Ramadhan, dan juga Idulfitri dan Iduladha, adalah karena masih nihilnya kesepakatan soal kriteria awal bulan hijriah.
BACA JUGA:Hari Bakti Rimbawan Ke-41, Tanam 400 Bibit Pohon di Punti Kayu
BACA JUGA:Pesona 4 Finalis Teratas : Melangkah Menuju Mahkota Puteri Indonesia 2024
Awal bulan hijriah ini ditandai kemunculan bulan sabit tipis atau hilal.
Dalam menentukan hilal, Pemerintah, dan juga ormas keagamaan seperti PBNU, menganut kriteria berdasarkan kesepakatan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
MABIMS mensyaratkan hilal minimal punya ketinggian 3 derajat dan elongasi atau sudut Bulan-Matahari 6,4 derajat.
Ketentuan ini mulai dberlakukan pada 2022.
BACA JUGA:Kenali Nyeri Haid Indikasi Endometriosis
BACA JUGA:Film ‘Inside Out 2’ Hadirkan 4 Emosi Baru Riley
Sebelum itu, RI menerapkan kriteria hilal dengan ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam.
Patokan kondisi hilal dari MABIMS ini berdasarkan batasan minimal untuk terlihatnya hilal (imkan rukyat atau visibilitas hilal).
Dengan angka minimal MABIMS itu, berdasarkan perhitungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hilal pada 10 Maret tak memenuhi syarat awal Ramadhan.