PALEMBANG – Perhitungan real count suara Pileg 2024 Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga kini masih terus berlangsung.
Namun begitu, dari hasil real count, nampaknya sudah terlihat partai-partai yang bakal tidak lolos ke senayan atau parlemen threshold (ambang batas parlemen).
Dari hasil rilis sementara real count KPU di website Pemilu2024.kpu.go.id, Jumat, 1 Maret sejumlah partai khususnya partai baru sulit untuk lolos parlemen threshold.
Partai-partai itu yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan perolehan 3 persen, Partai Gelora dengan 1,35 persen, dan Partai Perindo dengan 1,26 persen.
BACA JUGA:Ketua KPU OKU Dilaporkan Atas Dugaan Pelanggaran Pemilu 2024
BACA JUGA:Ini Dia Daftar Caleg yang Duduk di Kursi DPRD Lubuklinggau
Sedangkan lima partai politik lainnya mencatatkan perolehan suara di bawah 1 persen, termasuk Partai Hanura dengan 0,73 persen, Partai Buruh dengan 0,59 persen, Partai Ummat dengan 0,42 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) dengan 0,33 persen, dan Partai Garda dengan 0,29 persen.
Yang paling mengejutkan adalah perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengalami penurunan signifikan, hanya mencatatkan 3,97 persen suara.
Meskipun demikian, data yang masuk ke KPU saat ini masih kurang 34,33 persen.
Ada harapan bagi PPP dan beberapa partai lainnya untuk meningkatkan suaranya, namun semua akan ditentukan pada 20 Maret mendatang, yang memberikan waktu 19 hari lagi.
BACA JUGA:KPU Lubuklinggau Optimis Rekapitulasi Suara Tuntas 1 x 24 Jam
BACA JUGA:KPU Kota Prabumulih Segera Tetapkan Caleg Terpilih
Menyikapi kondisi tersebut, Pengamat Sosial dan Politik Sumsel, Drs. Bagindo Togar Butar Butar mengatakan, bahwa hasil pemilu ini harus menjadi bahan evaluasi yang berharga bagi partai-partai yang berhasil melewati ambang batas parlemen, sekaligus bagi yang tidak berhasil.
"Hasil pemilu ini harus dijadikan sebagai pembelajaran yang berharga. Hal ini juga menegaskan bahwa membentuk partai politik yang besar dan kuat bukanlah perkara yang mudah," ujar Bagindo, Jumat, 1 Maret.
Lebih lanjut, Bagindo menjelaskan bahwa pendirian sebuah partai politik tidak hanya bergantung pada popularitas tokoh sentral saja.