Kewajiban registrasi bagi pelanggan jasa telekomunikasi yang memanfaatkan eSIM wajib menggunakan identitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar untuk Registrasi berupa: (1) Nomor MSISDN atau nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi; dan (2) NIK dan Data Kependudukan Biometrik berupa pengenalan wajah (face recognition).
Hal-hal pokok yang diatur dalam RPM Registrasi Pelanggan, antara lain:
Registrasi pelanggan jasa telekomunikasi baik prabayar maupun pasca bayar; b. keamanan data pelanggan jasa telekomunikasi;
Pelindungan nomor pelanggan jasa telekomunikasi;
Pengawasan dan pengendalian; dan
Ketentuan peralihan.
Implementasi pelaksanaan ketentuan RPM Registrasi Pelanggan dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut:
Registrasi pelanggan masih dapat dilakukan dengan menggunakan data kependudukan berupa NIK dan No. KK selama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri diundangkan, sedangkan untuk biometrik pengenalan wajah (face recognition) masih bersifat opsional.
Hal ini diperlukan untuk memberikan ruang sosialisasi yang masif kepada masyarakat dan menjamin kesiapan penyelenggara telekomunikasi;
Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a berakhir, maka registrasi pelanggan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan identitas NIK dan data kependudukan biometrik pengenalan wajah (face recognition); dan
Ketentuan registrasi pelanggan dengan menggunakan data kependudukan biometrik pengenalan wajah (face recognition) hanya berlaku bagi pelanggan baru, sedangkan bagi pelanggan jasa telekomunikasi eksisting yang sudah teregistrasi dengan menggunakan data kependudukan NIK dan No. KK tidak diwajibkan (opsional) melakukan registrasi ulang dengan menggunakan identitas NIK dan data kependudukan biometrik pengenalan wajah (face recognition).
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Alexander Sabar menekankan pentingnya sinergi antara akademisi, peneliti, dan penegak hukum menjadi kunci dalam membangun kebijakan kriminal digital berbasis data dan ilmu pengetahuan.
"Selain itu pentingnya reformasi hukum dan menempatkan kriminologi Indonesia sebagai salah satu pusat referensi ilmiah dan kebijakan, sekaligus mendorong terciptanya ekosistem digital yang aman, adil, dan berkeadaban," kata Alexander Sabar.
Hal tersebut ditegaskan Alexander Sabar dalam acara Seminar Nasional Kriminologi Indonesia di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Kota Depok, Jawa Barat.
Menurut dia, era digital merupakan era di mana semua aspek dalam kehidupan lebih banyak memanfaatkan media digital, terjadi transformasi dari konvensional ke era digital, begitu pula dengan transformasi kejahatan di era digital.
Pelaku dalam melakukan tindak kejahatan, kata dia, memanfaatkan internet sebagai alat komunikasi yang cepat dan mudah digunakan, juga internet menciptakan hubungan transnasional, serta menciptakan peluang hubungan tidak terbatas secara geografis.