“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Kami ingin kejelasan dan penegakan hukum yang benar-benar adil,” ujar Yani, salah satu pedagang yang dulu menggantungkan hidupnya di Pasar Cinde.
Kasus korupsi Pasar Cinde dengan segala intriknya, termasuk praktik ganti tersangka berbayar senilai Rp17 miliar, menjadi peringatan keras betapa pentingnya integritas dalam proyek-proyek strategis nasional.
Penegakan hukum yang transparan dan tidak tebang pilih adalah harga mati demi menjaga kepercayaan publik.
Penetapan status tersangka terhadap Raimar Yousnaldi, Kepala Cabang PT Magna Beatum, dalam kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi Pasar Cinde Palembang, memunculkan perlawanan hukum dari pihak yang bersangkutan.
Melalui kuasa hukumnya, advokat Kemas Jauhari SH MH, Raimar menyatakan akan melawan secara hukum atas apa yang disebutnya sebagai bentuk "kezhaliman" yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel).
Ditegaskan Jauhari, Raimar hanyalah kepala cabang yang tidak memiliki posisi strategis atau kewenangan utama dalam pengambilan keputusan terkait proyek yang menelan anggaran besar tersebut.
Menurutnya, tanggung jawab atas proyek justru berada pada jajaran pimpinan tertinggi perusahaan, yakni komisaris dan direktur. Bahkan, ia menyebutkan bahwa direktur PT Magna Beatum saat ini telah meninggal dunia.
“Penetapan tersangka terhadap klien kami sangat tidak tepat. Beliau bukan pemegang keputusan, bukan yang mengelola investasi, dan tidak terkait langsung dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan proyek,” ungkap Jauhari saat dikonfirmasi pada Rabu, 2 Juli 2025.
Lebih jauh, ia juga membeberkan bahwa permasalahan mangkraknya proyek revitalisasi Pasar Cinde tidak sepenuhnya berada di tangan PT Magna Beatum.
Salah satu penyebab utama disebutnya adalah pembatalan kontrak kerja sama oleh pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, yang terjadi setelah adanya pergantian gubernur.
"Dulu ada kontrak kerja sama dengan Gubernur Sumsel saat itu, Pak Alex Noerdin. Tapi ketika ganti gubernur, kontrak itu justru dihentikan sepihak. Ini yang kami anggap sebagai perbuatan melawan hukum," jelasnya.
Sebagai bentuk perlawanan hukum, pihak Raimar telah mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Palembang dengan nomor perkara 144.
Gugatan tersebut menyoroti pembatalan sepihak kontrak kerja sama yang dilakukan Pemprov Sumsel, yang dianggap merugikan pihak perusahaan dan memicu mangkraknya proyek.
Tak hanya itu, tim kuasa hukum juga menyatakan siap mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan status tersangka terhadap kliennya.
Menurut Jauhari, mereka telah menerima kuasa resmi dari Raimar Yousnaldi untuk segera mengajukan langkah hukum lanjutan.
"Kami akan tempuh semua jalur hukum, termasuk praperadilan, demi membela hak klien kami. Penetapan ini tidak adil dan akan kami lawan habis-habisan," tegasnya.