Alex Noerdin, mantan Gubernur Sumsel dua periode, Raimar Yousnaldi, Kepala Cabang PT Magna Beatum, Edi Hermanto, Ketua Panitia Pengadaan Mitra BGS, dan Aldrin Tando, Direktur PT Magna Beatum.
BACA JUGA:Kemenpar Tegaskan Penegakan SOP di Wisata Ekstrem Usai Tragedi Gunung Rinjani
BACA JUGA:Muliakan Keluarga Miskin, Bangun 100 Sekolah Rakyat Dari Aceh hingga Jayapura
Tiga di antaranya, yakni Alex Noerdin, Edi Hermanto, dan Raimar Yousnaldi sudah berada dalam tahanan.
Alex Noerdin dan Edi Hermanto kini mendekam di Rutan Pakjo Palembang untuk kasus korupsi berbeda.
Sementara Raimar Yousnaldi ditahan sejak 2 Juli hingga 21 Juli 2025 di Rutan Kelas I Palembang.
Sedangkan Aldrin Tando hingga kini belum tersentuh hukum karena berada di luar negeri.
Ia sudah dicekal agar tidak bisa keluar-masuk wilayah Indonesia.
Keempatnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini berawal dari proyek kerja sama pengelolaan dan pembangunan Pasar Cinde sebagai fasilitas pendukung Asian Games 2018.
Namun sejak tahap awal, proyek sudah diduga bermasalah. PT Magna Beatum, yang memenangkan kerja sama, ternyata tidak memenuhi syarat kualifikasi. Kontrak yang dijalin pun sarat kejanggalan dan berpotensi melanggar aturan hukum.
Akibatnya, pembangunan Pasar Cinde tak kunjung rampung hingga kini.
Negara pun dirugikan dalam jumlah yang belum final, namun diperkirakan mendekati Rp1 triliun.
Tak hanya kerugian finansial, masyarakat Palembang juga harus merelakan hilangnya bangunan asli Pasar Cinde yang merupakan salah satu cagar budaya penting dan saksi sejarah kota.
Kasus ini menjadi gambaran suram tata kelola proyek publik di Indonesia jika tidak diawasi secara transparan dan profesional.
Masyarakat Palembang kini menaruh harapan besar agar aparat penegak hukum menuntaskan perkara ini dengan adil, tanpa pandang bulu.