Di sinilah titik awal pembentukan dugaan persekongkolan antara eksekutif dan legislatif.
Dalam pertemuan yang diadakan secara tertutup di Hotel Zuri, sejumlah anggota DPRD OKU menyatakan kesediaan hadir dalam rapat paripurna dengan syarat proyek pokir mereka tetap diakomodasi, dan mereka mendapat fee sebesar 20 persen dari total nilai proyek.
“Saya sampaikan hasil pertemuan itu ke Pak Iqbal. Beliau hanya menjawab ‘kita lihat besok’, maksudnya kalau mereka hadir, ya fee itu akan dipenuhi,” lanjut Nopriansyah, membuat ruang sidang mendadak hening.
Pernyataan ini sontak memancing reaksi keras dari tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sejak awal sudah mengendus adanya keterlibatan kepala daerah dalam skandal ini.
Salah satu jaksa KPK bahkan mempertanyakan kebenaran dan kesesuaian pernyataan Nopriansyah dengan keterangan terdahulu dari Pj Bupati.
“Jadi Anda yakin bahwa pernyataan soal fee 20 persen itu diketahui oleh Pak Iqbal? Karena dalam sidang sebelumnya, beliau tidak mengaku membahas hal itu,” tanya jaksa dengan nada meninggi.
“Saya bisa pertanggungjawabkan. Itu yang terjadi,” jawab Nopriansyah tegas.
Selain Nopriansyah, empat saksi lainnya juga dihadirkan oleh jaksa KPK.
Mereka terdiri dari pihak swasta dan staf internal dinas yang diduga mengetahui atau turut serta dalam proses penyusunan proyek-proyek pokir yang menjadi objek korupsi.
Jaksa KPK menjelaskan, kasus ini tidak hanya menyasar terdakwa Fauzi, tetapi akan berkembang lebih jauh berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan bukti persidangan.
Skema korupsi pokir disebut menjadi modus lama yang terus berulang, terutama menjelang pembahasan APBD di berbagai daerah.
“Kami sedang mengusut jaringan yang lebih luas. Sidang ini penting karena bisa membuka fakta-fakta baru tentang siapa saja yang terlibat dan bagaimana alurnya,” ujar salah satu jaksa usai sidang.
Skandal ini bukan sekadar praktik korupsi biasa. Proyek pokir DPRD OKU disebut-sebut melibatkan puluhan miliar rupiah dana aspirasi yang seharusnya digunakan untuk pembangunan, tetapi justru dikorupsi melalui praktik pembagian jatah proyek dan fee.
Selain terdakwa Fauzi, nama-nama besar di OKU seperti anggota DPRD aktif, pejabat dinas teknis, dan kini mantan Pj Bupati ikut disebut dalam rangkaian peristiwa.
Bahkan, sejumlah saksi tambahan tengah dipersiapkan untuk memperkuat dakwaan JPU KPK di persidangan berikutnya.
Masyarakat OKU pun menyoroti kasus ini sebagai ujian integritas lembaga pemerintahan daerah.