KPK Minta Sumsel Perbaiki Tata Kelola dan Pelayanan Publik
Johanis Tanak, Wakil Ketua KPK. foto: Humas pemprov sumsel --
KORANPALPOS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Selatan untuk memperbaiki tata kelola dan pelayanan publik sebagai salah satu upaya menurunkan tingkat kerawanan korupsi di daerah itu.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak kepada wartawan di Palembang, mengatakan Sumsel masih termasuk kategori merah. Namun, kategori itu bukan semata hasil survei biasa, tetapi penilaian mendalam yang menggambarkan masih lemahnya pelaksanaan tata kelola pemerintahan.
"Kalau merah itu berarti masih belum baik dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan. Itu peringatan. Kami datang untuk mengingatkan supaya pelayanan publik, peraturan, dan sebagainya dirapikan," katanya.
Menurut ia, perbaikan pelayanan publik penting untuk menciptakan iklim investasi yang sehat. Investor hanya akan datang jika merasa aman dan mendapat layanan yang sesuai aturan.
BACA JUGA:Sumsel Tekankan Komitmen dan Perbaikan Berkelanjutan
BACA JUGA:Bapenda Sumsel Catat Realisasi Pajak Rp3,40 T
Jika investasi meningkat, tambah Tanak, lapangan kerja ikut bertambah dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Kalau pelayanan tidak bagus, korupsi banyak, peraturan berbelit, maka investor tidak akan datang. Dampaknya ke daerah dan masyarakat juga ikut merasakan," katanya.
Mengenai data penanganan perkara, ia mengatakan pada periode 2019–2025 terdapat 390 kasus yang ditangani KPK di Sumsel. Angka tersebut menunjukkan masih perlunya edukasi dan pembenahan sistem untuk mencegah korupsi sejak dini.
"Kita tidak hanya menangkap atau memproses perkara, tetapi juga mengedukasi. Karena kita melihat indikatornya merah maka kita datang memberikan edukasi supaya berubah," tuturnya.
BACA JUGA:RDPS Dapat Lampu Hijau Percepatan Pembangunan Palembang
BACA JUGA:Kodim Bantu Bangun Gerai Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih
Selain itu, Tanak juga mengingatkan tingginya potensi kerawanan korupsi pada masa rotasi pejabat daerah, khususnya setelah enam bulan kepala daerah menjabat, yakni ketika mulai melakukan seleksi pengisian jabatan.
Maka dari itu, proses seleksi jabatan tersebut harus jauh dari praktik kolusi, nepotisme, maupun transaksi jabatan.