"Jadi, debat semalam menjadi luar biasa hanya bagi pendukung Prabowo-Gibran, tidak bagi pemilih rasional dan masa mengambang yang belum memutuskan pilihannya," kata Bataona.
Karena dalam budaya intelektual juga di semua bidang kehidupan di negeri ini, menyerang pribadi atau ad hominem itu sangat tidak disukai Publik.
Publik Indonesia lebih suka menyaksikan debat, juga perilaku elit yang penuh respek, penuh rasa hormat dan saling menghargai.
Publik ingin menyaksikan melalui debat itu, seperti apa representasi kualitas para calon pemimpin mereka.
Artinya, Gibran punya kesempatan emas melakukannya dalam debat semalam sebab, masyarakat Indonesia itu sedikit sensitif dengan situasi semacam ini.
Apalagi kelas menengah kita cenderung moderat di samping rasional.
Mereka cenderung menolak cara-cara agresif, tidak etis dan merendahkan orang lain, dan mereka ini pemilih yang saat ini masih bisa berpindah dukungan jika hasil debat semalam bisa meyakinkan mereka.
Karena itu, poin-nya adalah debat semalam menjadi kurang elok karena nuansa debatnya dibawa ke level atraksi dan gimmick.
Bukan pada substansi yaitu pada pertarungan ide, gagasan, visi dan misi, serta policy atau kebijakan dari masing-masing calon.
Menurut saya, rakyat yang sudah punya pilihan, akan memuji calon mereka masing-masing dan itu wajar dan rasional tetapi, bagi masyarakat rasional yang belum yakin dengan pilihannya dan masuk dalam kelompok floating mass, akhirnya tidak mampu diyakinkan oleh Gibran untuk menderek elektoral mereka.
Karena, sekali lagi, rakyat Indonesia lebih menginginkan debatnya bisa berjalan rasional, dan enak ditonton, demikian Mikhael Bataona. (ant)