Cenil dikenal karena warnanya yang cerah dan menarik. Perpaduan warna merah, hijau, dan kuning menjadi ciri khas cenil yang menggugah selera.
Teksturnya yang kenyal dipadukan dengan gurihnya kelapa parut dan manisnya gula merah menciptakan sensasi rasa yang khas di lidah.
Selain itu, bentuk cenil juga beragam, tergantung daerah dan pembuatnya. Ada yang berbentuk bulat kecil, memanjang seperti cacing, hingga kotak kecil.
Keanekaragaman bentuk ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta kuliner tradisional.
Meskipun termasuk jajanan tradisional, cenil memiliki kandungan gizi yang tidak bisa diabaikan.
Tepung beras mengandung karbohidrat sebagai sumber energi, sedangkan kelapa parut mengandung lemak sehat.
Gula merah juga dipercaya mengandung zat besi dan antioksidan alami.
Namun, karena cenil mengandung gula, konsumsi dalam jumlah sedang tetap dianjurkan, terutama bagi penderita diabetes atau mereka yang sedang menjalani program diet rendah gula.
Kini, cenil tak hanya dijual di pasar tradisional.
Banyak pelaku UMKM yang mengemas cenil dalam bentuk kekinian dan menjualnya secara online.
Beberapa inovasi dilakukan, seperti menambahkan topping keju, susu kental manis, hingga dikreasikan dalam bentuk bento jajanan pasar.
Bahkan, di beberapa kafe dan restoran khas Indonesia, cenil mulai dipopulerkan kembali sebagai menu nostalgia yang dikemas modern namun tetap mempertahankan cita rasa aslinya.
Menjaga eksistensi cenil berarti menjaga warisan kuliner Nusantara.
Masyarakat dan generasi muda perlu diberi edukasi tentang kekayaan kuliner tradisional, termasuk cara membuat dan menghargai jajanan pasar seperti cenil.
Melalui kegiatan bazar kuliner, festival jajanan pasar, hingga konten digital, cenil bisa terus dikenalkan kepada masyarakat luas, termasuk wisatawan asing yang tertarik pada budaya kuliner lokal.
Cenil tepung beras bukan sekadar jajanan pasar biasa. Ia adalah bagian dari identitas budaya Indonesia yang patut dilestarikan.