JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menegaskan bahwa rencana revisi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada harus didasarkan pada refleksi menyeluruh terhadap pengalaman panjang penyelenggaraan pemilu di Indonesia sejak 1955.
Mochammad Afifuddin menilai beragam sistem dan desain kepemiluan yang telah dilalui selama ini dapat menjadi pijakan penting dalam memperbaiki regulasi kepemiluan ke depan.
"Berangkat dari pengalaman melaksanakan pemilu dengan aneka ragam sistem dan desain, kita punya banyak hal yang bisa jadi pelajaran untuk memperbaiki pemilu dan pilkada ke depan," kata Afifuddin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
BACA JUGA:DPR Minta Polisi usut Kecelakaan Tewaskan 11 Guru
BACA JUGA:Dimulai Sidang Dukungan Kemerdekaan Palestina
Afifuddin mengatakan bahwa refleksi ini penting untuk menyusun regulasi yang adaptif, inklusif, dan sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat.
Ketua KPU RI ini lantas mencontohkan salah satu hal krusial yang perlu menjadi pertimbangkan dalam revisi adalah jeda waktu antara pelaksanaan pemilu dan pilkada.
Pengalaman pada tahun 2024, kata dia, menunjukkan betapa beratnya beban penyelenggara ketika tahapan pemilu dan pilkada berhimpitan.
BACA JUGA:Bisa Benahi Tata Kelola Industri Sawit
BACA JUGA:Batalkan Telegram Pengamanan Kejaksaan
"Idealnya ada jeda 1,5 tahun sampai 2 tahun supaya kami bisa fokus menjalankan setiap tahapan," ujarnya.
Selain itu, Afifuddin menekankan perlunya pembahasan mengenai desain kelembagaan penyelenggara, sistem pemilu, hingga metode pemilihan.
Ia juga menyinggung potensi pemanfaatan teknologi dalam pemilu. Namun, hal tersebut memerlukan persiapan jangka panjang dan dasar hukum yang kuat.
BACA JUGA:Tugas Pengamanan Kejaksaan Termasuk Kerja Sama Rutin
BACA JUGA:Serahkan Hasil Pemeriksaan ke Badan Bank Tanah