Lebaran : Merajut Persatuan di Tengah Polarisasi Politik

Selasa 01 Apr 2025 - 22:23 WIB
Reporter : Maryati
Editor : Dahlia

Ketiga, narasi yang dimainkan oleh media sosial, termasuk penggunaan buzzer dan kampanye hitam yang memperkeruh suasana.

BACA JUGA:Warga Antusias Silaturahmi ke Rumah Dinas Gubernur Sumsel

BACA JUGA:Kapolda Sumsel : Situasi Kamtibmas Saat Malam Takbiran Kondusif

Tak hanya berdampak pada politik, polarisasi juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.

Tradisi diskusi sehat semakin sulit dilakukan karena setiap perbedaan pendapat dianggap sebagai ancaman.

Di tengah ketegangan politik yang masih terasa, Lebaran 2025 bisa menjadi momentum strategis untuk rekonsiliasi.

Seperti yang diungkapkan Lili Romli, tradisi halalbihalal memiliki kekuatan untuk mencairkan suasana dan menjadi ajang rekonsiliasi, tidak hanya bagi masyarakat umum, tetapi juga bagi para elit politik.

Lebaran bisa dimanfaatkan untuk membangun dialog yang sehat.

Pasalnya, silaturahim saat Lebaran memungkinkan berbagai pihak duduk bersama dalam suasana yang lebih cair, membuka ruang diskusi yang lebih terbuka, dan menghilangkan sekat-sekat politik yang selama ini membatasi interaksi.

Kemudian, menekan ego dan dendam politik.

Pemilu sudah selesai, saatnya membuka lembaran baru. Para elit politik diharapkan lebih bijak dalam meredam ketegangan dan memberikan contoh bagi masyarakat bahwa kepentingan bangsa harus diutamakan di atas kepentingan kelompok.

Selanjutnya, meningkatkan solidaritas sosial. Tradisi berbagi di hari Lebaran bisa menjadi sarana untuk menunjukkan bahwa kepedulian dan kebersamaan jauh lebih penting dibanding perbedaan pandangan politik.

Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Caroline Paskarina menekankan bahwa semangat nasionalisme masih kuat di masyarakat.

Fenomena kampanye daring seperti #KaburAjaDulu atau Indonesia Gelap justru menunjukkan betapa besarnya kepedulian publik terhadap arah kebijakan pemerintah.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa polarisasi sering kali terjadi karena kegagapan elit dalam merespons kritik publik.

Ketika pemerintah kurang berempati dan lebih bersikap defensif terhadap aspirasi rakyat, ketegangan politik semakin meningkat.

Kategori :