Cerita lain menyebutkan bahwa Santo Valentine adalah seorang pria yang dipenjara karena membantu orang-orang Kristen melarikan diri dari penindasan Romawi.
BACA JUGA:Sulam Alis : Tren Kecantikan yang Semakin Populer di Indonesia
BACA JUGA:Nail Art : Tren Kecantikan Terkini untuk Mempercantik Kuku
Dalam penjara, ia jatuh cinta pada putri sipir dan menulis surat yang ditandatangani dengan kata-kata, “Dari Valentine-mu,” yang menjadi inspirasi untuk tradisi bertukar kartu cinta.
Setelah kemartiran Santo Valentine, Gereja Katolik menetapkan tanggal 14 Februari sebagai Hari Santo Valentine untuk menghormatinya.
Namun, perayaan ini mulai berubah dari ritual keagamaan menjadi perayaan cinta romantis pada abad ke-14 dan ke-15, berkat pengaruh para penyair seperti Geoffrey Chaucer.
Dalam karya-karya Chaucer, cinta romantis mulai dikaitkan dengan Hari Valentine, khususnya dalam puisi berjudul Parliament of Fowls.
Pada abad ke-18 di Inggris, Hari Valentine berkembang menjadi momen di mana pasangan bertukar ungkapan cinta, seperti surat dan hadiah sederhana.
Tradisi ini semakin populer dengan munculnya kartu ucapan cetak di era Victoria pada abad ke-19, yang dikenal sebagai "valentines."
Kepercayaan dan Tradisi di Berbagai Negara
Di berbagai belahan dunia, Hari Valentine dirayakan dengan cara yang berbeda sesuai dengan budaya dan tradisi setempat:
Hari Valentine di Amerika Serikat identik dengan kartu ucapan, cokelat, dan bunga mawar.
Perayaan ini juga melibatkan keluarga dan teman, tidak hanya pasangan romantis.
Di Jepang, Hari Valentine menjadi kesempatan bagi wanita untuk memberikan cokelat kepada pria.
Ada dua jenis cokelat yang diberikan: giri-choco (cokelat kewajiban) untuk teman atau kolega, dan honmei-choco (cokelat istimewa) untuk kekasih.
Selain merayakan Hari Valentine pada 14 Februari, Korea Selatan memiliki tradisi White Day pada 14 Maret, di mana pria memberikan hadiah kepada wanita.