“Jika ada perbaikan data ekonomi domestik, seperti surplus neraca perdagangan yang lebih besar atau aliran investasi yang meningkat, rupiah bisa mendapatkan ruang untuk kembali menguat,” ujar Rully.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah juga sangat dipengaruhi oleh dinamika eksternal, khususnya kebijakan moneter di negara maju seperti Amerika Serikat dan kawasan Eropa.
Pelemahan rupiah pada awal pekan ini mencerminkan kondisi pasar yang masih dipengaruhi oleh ketidakpastian global.
Kebijakan The Fed, tingkat inflasi, serta dinamika geopolitik menjadi faktor-faktor utama yang membentuk pergerakan nilai tukar.
Bank Indonesia diharapkan terus mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah tantangan yang ada.
Ke depannya, kolaborasi antara pemerintah, otoritas moneter, dan sektor swasta menjadi kunci dalam menciptakan fondasi ekonomi yang lebih kuat sehingga dapat menghadapi tekanan global dengan lebih baik.