Oleh karena itu, Komnas Perempuan meminta agar aparat penegak hukum memperluas pemahaman dan penerapan UU PKDRT untuk mencakup semua bentuk perkawinan, baik yang tercatat maupun yang tidak tercatat.
Penyebab tingginya angka KDRT di Indonesia juga berkaitan dengan banyaknya faktor sosial, budaya, dan ekonomi yang mendasarinya.
Dalam banyak kasus, korban KDRT sering kali merasa terjebak dalam hubungan yang penuh kekerasan, karena keterbatasan akses terhadap sumber daya dan dukungan sosial.
Selain itu, dalam beberapa masyarakat, stigma terhadap perceraian atau pengaduan tentang kekerasan dalam rumah tangga masih sangat kuat, membuat korban merasa terisolasi dan tidak berdaya.
Untuk itu, penting bagi pemerintah, lembaga-lembaga terkait, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak-anak, serta memberikan dukungan yang memadai bagi korban KDRT.
"Kebijakan yang lebih inklusif dan akses yang lebih luas bagi korban KDRT, baik dalam perkawinan tercatat maupun yang tidak tercatat, harus menjadi prioritas utama," ujar Andy.
Komnas Perempuan juga merekomendasikan agar aparat penegak hukum memperkuat penegakan hukum terkait KDRT, serta meningkatkan upaya pencegahan melalui penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya kekerasan dalam rumah tangga.
Selain itu, penyediaan fasilitas bagi korban KDRT, seperti rumah aman dan layanan psikologis, harus lebih diperhatikan.
Komnas Perempuan berharap agar ke depannya, perlindungan terhadap korban KDRT tidak hanya terbatas pada perkawinan yang tercatat, tetapi juga dapat mencakup semua bentuk hubungan yang berisiko menyebabkan kekerasan, termasuk perkawinan yang tidak tercatat.
Hal ini akan memperluas jangkauan perlindungan hukum dan memastikan bahwa tidak ada korban KDRT yang terabaikan.
Kasus KDRT terus menjadi tantangan besar bagi Indonesia, dengan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan yang menunjukkan perlunya penanganan yang lebih komprehensif dan responsif.
Dengan memperluas penerapan UU PKDRT untuk mencakup perkawinan yang tidak tercatat, diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih luas bagi korban dan menurunkan angka kekerasan dalam rumah tangga di masa depan. (ant)