Di sisi lain, selama kurun waktu 2004--2010, ICW mencatat kerugian negara akibat penebangan ilegal di Indonesia mencapai Rp169,7 triliun, yang diperoleh dari perhitungan kekurangan penerimaan negara dari sektor pajak bumi dan bangunan serta sejumlah perizinan dan royalti.
RUU Perampasan Aset disusun pertama kali pada tahun 2008 dan sempat beberapa kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yakni pada tahun 2008, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2023.
Meski begitu, RUU yang diharapkan dapat memperkuat langkah pencegahan dan penindakan, menambah efek jera pelaku tindak pidana korupsi, memperkuat sistem hukum, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap Pemerintah tersebut sampai saat ini tak kunjung disahkan.
Padahal, sejumlah kalangan menilai RUU Perampasan Aset penting untuk segera disahkan karena melalui aturan itu, negara dapat merampas aset yang berasal dari tindak pidana dan merugikan keuangan negara tanpa menunggu pembuktian perbuatan pidananya.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas telah melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto tentang RUU Perampasan Aset.
Adapun Prabowo telah meminta Kementerian Hukum untuk mengulas kembali seluruh RUU yang berpotensi menghambat program pemerintahan yang telah tertuang dalam misi Astacita.
Saat ini, Pemerintah sedang menunggu undangan dari Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas terkait sejumlah RUU yang akan masuk ke dalam Prolegnas, salah satunya RUU Perampasan Aset.
Sejauh ini, Baleg DPR sedang mengundang berbagai lembaga dan organisasi untuk menyerap aspirasi usulan RUU. Selain RUU tentang Pemilu, RUU tentang Perampasan Aset juga kerap diusulkan oleh berbagai lembaga terkait.
Namun demikian, Pimpinan Baleg DPR mengaku harus mendengar usulan dari Komisi III DPR RI terlebih dahulu agar RUU Perampasan Aset bisa masuk ke dalam Prolegnas 2024--2029.
Harapannya, RUU Perampasan Aset tidak hanya kembali masuk Prolegnas pada pemerintahan periode 2024--2029 kali ini, namun bisa segera dibahas dan disetujui oleh DPR untuk disahkan Presiden guna mendorong reformasi sistem hukum di Indonesia yang sangat diperlukan saat ini untuk memberantas korupsi. (ant)