Berdasarkan peraturan tersebut, tarif BK ditetapkan sebesar 124 dolar AS per MT.
Di samping itu, pemerintah juga menetapkan pungutan ekspor (PE) sebesar 7,5 persen, sesuai dengan HR CPO bulan ini.
Tarif PE yang berlaku pada November adalah sebesar 72,1475 dolar AS per MT, sesuai dengan aturan PMK Nomor 62 Tahun 2024.
BACA JUGA:Dapatkan Saldo DANA Gratis Rp125.000 Hari Ini dengan DANA KAGET
BACA JUGA:Waspada Penipuan, Ini Cara Bedakan BRImo FSTVL yang Asli dan Palsu!
Menurut Isy Karim, kebijakan ini diambil mengingat HR CPO yang kini meningkat jauh di atas ambang batas sebesar 680 dolar AS per MT.
“Dengan adanya peningkatan HR CPO ini, pemerintah mengenakan BK sebesar 124 dolar AS per MT dan PE sebesar 7,5 persen, atau setara dengan 72,1475 dolar AS per MT,” jelasnya.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan pasokan dan permintaan di pasar, serta memastikan harga tetap kompetitif.
Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan pengaruh kebijakan ekspor terhadap ketersediaan dan harga minyak sawit di pasar domestik.
Dengan tarif yang dikenakan pada ekspor CPO, diharapkan harga minyak sawit di dalam negeri dapat tetap terjangkau bagi masyarakat.
Selain CPO, kebijakan tarif juga diterapkan pada produk turunannya seperti minyak goreng jenis refined, bleached, and deodorized (RBD) palm olein yang dikemas dalam kemasan bermerek dengan berat netto hingga 25 kilogram.
Tarif Bea Keluar untuk produk ini ditetapkan sebesar 31 dolar AS per MT, sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1533 Tahun 2024.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan harga minyak goreng di dalam negeri, mengingat permintaan terhadap produk minyak goreng juga terus meningkat.
Produk minyak goreng RBD palm olein ini sangat diminati di pasar domestik, terutama karena sudah diolah sedemikian rupa sehingga lebih bersih dan siap digunakan oleh konsumen.
Dalam konteks ini, pemerintah mengatur tarif ekspor produk tersebut untuk memastikan pasokan yang mencukupi di pasar domestik dan menjaga stabilitas harga.
Kenaikan harga CPO yang dipengaruhi oleh permintaan tinggi dari India dan Tiongkok diperkirakan akan berdampak pada berbagai sektor, terutama industri makanan dan energi.