Selain penetapan harga, terdapat sejumlah ketentuan pajak dan biaya tambahan yang harus diperhatikan oleh pembeli maupun penjual emas batangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 34/PMK.10/2017, transaksi jual beli emas dikenakan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22, yang ditujukan sebagai pajak transaksi penjualan atau pembelian emas dalam jumlah tertentu.
Untuk transaksi pembelian emas, pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dikenakan PPh 22 sebesar 0,45 persen dari total nilai pembelian.
Sementara itu, bagi pembeli yang tidak memiliki NPWP, tarif pajak yang dikenakan lebih tinggi, yakni 0,9 persen dari nilai pembelian emas.
Setiap transaksi pembelian emas akan disertai bukti potong PPh 22, yang menjadi bukti pengenaan pajak.
Apabila seseorang menjual kembali atau buyback emas ke PT Antam dengan nilai transaksi di atas Rp10 juta, maka akan dikenakan PPh 22 sebesar 1,5 persen untuk mereka yang memiliki NPWP.
Sementara bagi penjual yang tidak memiliki NPWP, tarif pajaknya adalah 3 persen dari total nilai buyback.
Pajak ini langsung dipotong dari nilai penjualan emas dan diberikan bukti potong kepada penjual.
Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan kejelasan pajak serta mengurangi risiko penyimpangan dalam perdagangan emas.
Harga emas di Indonesia, termasuk emas batangan Antam, dipengaruhi oleh harga emas di pasar internasional.
Harga emas global sendiri sering berfluktuasi karena berbagai faktor, di antaranya:
1. Kebijakan Moneter dan Suku Bunga
Kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral, seperti The Federal Reserve (AS) atau Bank Sentral Eropa, berdampak langsung pada pergerakan harga emas.
Ketika bank sentral menaikkan suku bunga, minat terhadap emas cenderung turun karena investor memilih instrumen dengan imbal hasil yang lebih tinggi, seperti obligasi.
2. Kurs Dolar AS
Harga emas di pasar internasional umumnya dihitung dalam dolar AS.