Makam-makam ini dibangun dengan ukuran seukuran bahu pria dewasa dan dilindungi dengan dak untuk melindungi dari panas dan hujan.
Sayangnya, kondisi makam terlihat kurang terawat, dengan sampah yang berserakan dan lingkungan sekitar yang tidak terjaga.
Pagar kayu yang mengelilingi salah satu makam juga terlihat sangat sederhana.
Namun, di balik kondisi tersebut, ada puluhan makam lain yang tersembunyi di balik semak belukar. Beberapa di antaranya tertutup oleh pepohonan dan rumput liar.
Meskipun makam Puyang Tegeri tidak terawat, suasana di sekitarnya masih asri dan tenang.
Menegaskan pentingnya melestarikan lokasi makam sebagai bagian dari sejarah kota.
Rencana perbaikan mencakup pembuatan jalan beton menuju makam dan pemasangan con-block di sekitar lokasi.
Makam Puyang Tegeri berbentuk tanah yang menggunduk.
Tanah yang membumbung di atas makam tersebut merupakan tanda kurban yang dilakukan oleh keturunan Puyang Tegeri.
Setiap batang kayu atau batu yang diletakkan di atas makam melambangkan jumlah hewan kurban yang telah diberikan kepada puyang.
Talang Tumbang Babat, tempat makam Puyang Tegeri dan keturunannya, dipercaya sebagai lokasi awal berdirinya Kota Prabumulih.
Daerah ini dulunya merupakan sawah-sawah yang dijadikan sumber kehidupan masyarakat.
Sungai Kelekar, yang mengalir di dekat lokasi makam, menjadi inspirasi bagi para seniman lokal dalam menciptakan lagu dan tari-tarian.
Salah satu tarian yang terkenal adalah Pencak Ngigal Sungai Kelekar, yang merupakan tarian sambutan untuk tamu-tamu penting.
Tarian ini melambangkan kedamaian dan kehangatan masyarakat Prabumulih, serta mengekspresikan rasa syukur atas sumber kehidupan yang diberikan oleh sungai.
Untuk menggali lebih dalam sejarah Kota Prabumulih, penting bagi masyarakat untuk lebih mengenal sosok-sosok yang berjasa dalam pembentukannya.