Pepohonan yang tumbuh di kawasan ini juga sangat beragam, mulai dari pohon pulih, nipah, nibung, hingga rotan dan tanaman lainnya yang menjadi bagian dari ekosistem hutan.
Tak hanya itu, tumbuhan khas rawa seperti bunga kantung semar dan senduduk juga banyak ditemukan di sini.
Keanekaragaman hayati tersebut menunjukkan bahwa Sungai Lilin adalah tempat yang subur dan penuh dengan kehidupan liar.
Secara geografis, daerah Sungai Lilin terletak di antara beberapa marga (wilayah administrasi adat) di Musi Banyuasin.
Di sebelah barat, terdapat Marga Dawas, sementara di sebelah timur, ada Marga Tenggulang atau Tungkal Ilir.
Di sebelah selatan, wilayah ini berbatasan dengan Marga Letang, yang kemudian dikenal sebagai Marga Supat. Sementara itu, di utara terdapat Marga Tungkal Ulu.
Pembagian wilayah adat ini menunjukkan bahwa Sungai Lilin menjadi salah satu daerah penting yang menghubungkan berbagai komunitas di sekitarnya.
Nama Sungai Lilin diambil dari sebuah sungai kecil yang merupakan anak Sungai Dawas.
Sungai kecil tersebut terletak sekitar dua kilometer di sebelah barat pusat kota Sungai Lilin saat ini.
Meski sekarang tampak kecil, sungai ini dulu cukup besar sehingga perahu besar yang dikenal sebagai rejung bisa berlayar masuk.
Penemuan beberapa peninggalan kuno, seperti pecahan piring dan benda-benda lainnya yang diperkirakan berasal dari tahun 1786 M, menunjukkan bahwa wilayah ini sudah berpenghuni jauh sebelum abad ke-20.
Kisah tentang bagaimana nama Sungai Lilin muncul sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai.
Dahulu kala, sekelompok penduduk yang berasal dari bantaran Sungai Musi, seperti dari Muara Telang, Sungsang, dan Cinta Manis, datang dan menetap di daerah ini.
Mereka adalah petani dan nelayan yang berprofesi sebagai peladang berpindah.