Dalam generasi ketiga, hubungan antara pawang dan buaya mulai mengalami perubahan.
Meski buaya masih merespons panggilan, penunggangnya tidak lagi terlihat.
Hanya suara penunggang yang dapat didengar, menunjukkan adanya perubahan dalam dinamika hubungan ini.
Generasi Keempat: Tunak dan Raden Kuning
Pada masa ini, buaya sudah mulai lambat merespons panggilan, dan penunggangnya tidak lagi terdengar.
Perubahan ini membuat masyarakat semakin bingung, menciptakan keraguan terhadap hubungan antara manusia dan buaya.
Generasi Kelima: Imang dan Raden Sentul
Di generasi kelima, meskipun buaya tidak lagi datang saat dipanggil, pawang masih mampu mengusir mereka jika diperlukan.
Namun, kemampuan berkomunikasi dengan buaya semakin berkurang, dan masyarakat mulai meragukan efektivitas pawang buaya.
Generasi Keenam: Abdullah dan Raden Intan
Abdullah, generasi keenam, menghadapi tantangan lebih besar, di mana kemampuannya untuk memanggil buaya hampir tidak ada.
Meski begitu, dia masih bisa mengusir buaya ketika ada masalah.
Generasi Ketujuh: Abdullah Hamid
Saat ini, generasi ketujuh diwakili oleh Abdullah Hamid, yang dikenal dengan gelar Pendekar Jurung Jurung Mata Intan.
Dalam generasi ini, buaya tidak lagi merespons panggilan, bahkan tak bisa diusir lagi.
Hal ini menunjukkan bahwa peran pawang buaya dalam menjaga keseimbangan alam di Pemulutan Ilir semakin berkurang.