Setelah mendengar putusan, kuasa hukum IS dan Jaksa Penuntut Umum memilih untuk pikir-pikir.
Sementara itu, reaksi keluarga AA menunjukkan ketidakpuasan terhadap keputusan tersebut.
Safarudin, ayah korban, menahan amarahnya, sedangkan Marlina, bibi korban, tidak dapat menahan tangis.
BACA JUGA:Pencurian Jengkol Berujung Tragedi di Musi Rawas : Pelaku Tewas Dikeroyok Pemilik Kebun !
Dalam sidang yang sama, tiga anak berhadapan hukum (ABH) lainnya, yakni MZ (13), NS (12), dan AS (12), juga divonis oleh majelis hakim.
Mereka terbukti melakukan tindak pidana memaksa korban untuk melakukan persetubuhan.
Dalam putusannya, majelis hakim memutuskan agar ketiganya mengikuti pendidikan formal selama satu tahun di LPKS (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Darmapala, Indralaya, Ogan Ilir.
Ketua Majelis Hakim Anak, Eduward SH MH, saat membacakan putusan, "Menyatakan ABH MZ, NS, AS telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memaksa korban melakukan persetubuhan sebagaimana dalam dakwaan kesatuan."
Putusan ini diambil dalam sidang terbuka, berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya yang dilakukan secara tertutup.
Vonis yang dijatuhkan kepada ketiga ABH tersebut jauh lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU.
MZ dituntut 10 tahun, sementara NS dan AS masing-masing dituntut 5 tahun.
Majelis hakim berpendapat bahwa penjara bukanlah tempat yang tepat bagi anak-anak yang masih sangat belia.
"Kami berpendapat bahwa pendidikan lebih baik bagi mereka," ungkap Ketua Majelis Hakim.
Reaksi keluarga korban atas putusan ini kembali menunjukkan ketidakpuasan.
Ayah korban, Safarudin, hanya terdiam dengan tatapan tajam ke arah persidangan, menahan amarahnya terhadap vonis yang dianggap tidak adil.