4. Maluku, Maluku Utara, Bali, dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) serta beberapa wilayah lainnya mengalami kenaikan harga dari Rp 181 juta pada tahun 2023 menjadi Rp 185 juta pada 2024.
5. Papua dan wilayah sekitarnya mengalami kenaikan tertinggi, dari Rp 234 juta pada tahun 2023 menjadi Rp 240 juta pada tahun 2024.
Kenaikan harga ini menjadi cerminan langsung dari berbagai pertimbangan ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh pemerintah, terutama terkait dengan kenaikan harga bahan bangunan dan lahan.
BACA JUGA:Pendaftar QR Code Pertalite Tembus 5,5 Juta Kendaraan : Begini Cara Melakukan Pandaftaran !
BACA JUGA:Harga Biodiesel Oktober 2024 Resmi Naik : ESDM Tetapkan Rp12.633 per Liter !
Kebijakan kenaikan harga rumah subsidi bukanlah keputusan yang diambil secara sembarangan.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, menekankan bahwa kenaikan ini didasarkan pada beberapa faktor utama, di antaranya:
1. Kenaikan Harga Bahan Bangunan
Harga bahan bangunan seperti semen, baja, dan material lainnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Hal ini berdampak pada peningkatan biaya pembangunan rumah, sehingga pemerintah harus menyesuaikan harga jual agar tetap sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh pengembang.
2. Keterjangkauan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Meskipun harga rumah subsidi naik, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga keterjangkauan rumah bagi MBR.
Salah satu strategi yang diambil adalah melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang terus dikembangkan.
3. Upaya Mengurangi Backlog Perumahan
Salah satu alasan kenaikan harga ini adalah untuk mempercepat ketersediaan rumah bagi masyarakat.
Pemerintah berharap bahwa dengan menyesuaikan harga, akan lebih banyak rumah subsidi yang bisa dibangun dan diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan.