Tiga dari empat tersangka, yaitu Heriyamin, SA, dan AR, langsung menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 2 Baturaja selama 20 hari untuk mempercepat proses penanganan perkara.
Sementara itu, tersangka keempat, IE, yang juga terlibat sebagai pihak ketiga penyedia barang, tidak ditahan karena tengah menjalani hukuman dalam kasus pidana lain yang sedang berlangsung.
“Penahanan terhadap tiga tersangka kami lakukan untuk mempercepat proses hukum, sementara tersangka IE tidak ditahan karena sedang menjalani hukuman terkait perkara lain,” tambah Choirun Parapat.
BACA JUGA:Petugas PLN yang Tersengat Listrik di Musi Rawas : Akhirnya Meninggal Dunia !
BACA JUGA:Aksi Koboi di Pabrik Kelapa Sawit : Anggota Polsek Talang Ubi Kena Tembak, Pelaku Kabur ke Hutan !
Keempat tersangka didakwa melanggar hukum dengan melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mereka didakwa dengan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain dakwaan primair, para tersangka juga dikenakan dakwaan subsidiar berdasarkan Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan tersebut menegaskan keterlibatan tersangka dalam tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara.
Kasus korupsi di Kecamatan Baturaja Barat ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan anggaran pemerintah, khususnya dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Modus operandi mark-up harga barang yang dilakukan oleh para tersangka bukanlah hal baru dalam kasus korupsi di Indonesia, tetapi tetap menjadi ancaman serius terhadap penggunaan dana publik yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.
Penggelembungan harga barang pada proses pengadaan ini menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran.
Selain itu, keterlibatan pejabat pemerintah dalam kasus ini, seperti mantan camat dan bendahara kecamatan, menambah dimensi lain terhadap skandal ini.
Di mana para aparatur negara yang seharusnya menjadi pengelola anggaran dengan bijak justru terlibat dalam penyalahgunaan wewenang.
“Kami mengimbau kepada semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan anggaran daerah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan integritas tinggi. Jangan sampai terjebak dalam godaan korupsi yang akan merugikan negara dan masyarakat,” lanjut Choirun Parapat.
Kejaksaan Negeri OKU menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal dan mempercepat proses penanganan kasus ini.