Namun, majelis hakim tetap memutuskan bahwa Hendri Zainudin bertanggung jawab atas tindakannya dalam kapasitas sebagai ketua lembaga.
Kasus ini telah melalui proses persidangan yang cukup panjang, dengan sejumlah saksi yang dihadirkan, termasuk pejabat dari pemerintah daerah, pengurus KONI, hingga auditor dari BPK.
Selama persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Hendri Zainudin dengan pasal-pasal terkait tindak pidana korupsi, khususnya penyalahgunaan dana negara. JPU awalnya menuntut hukuman 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta.
Namun, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah faktor yang meringankan dan akhirnya menjatuhkan hukuman yang lebih ringan dari tuntutan JPU.
Pengembalian kerugian negara menjadi salah satu alasan utama di balik putusan tersebut, selain sikap kooperatif terdakwa selama proses hukum.
Kasus korupsi yang melibatkan pejabat olahraga ini menjadi perhatian publik, terutama di Sumatera Selatan.
Sebagai tokoh yang sebelumnya dikenal aktif memajukan dunia olahraga di daerah tersebut, keterlibatan Hendri Zainudin dalam kasus ini menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat dan atlet.
Namun, ada juga pihak yang memberikan apresiasi terhadap langkah majelis hakim yang memberikan hukuman serta pengembalian kerugian negara.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi di berbagai sektor, termasuk olahraga.
Selain itu, pemerintah daerah Sumatera Selatan juga diharapkan dapat lebih memperketat pengawasan terhadap penggunaan dana hibah, khususnya untuk sektor olahraga, agar tidak terjadi penyimpangan serupa di masa mendatang.
Dana hibah merupakan salah satu bentuk dukungan nyata pemerintah terhadap perkembangan olahraga di daerah, dan harus digunakan secara bertanggung jawab.
Vonis yang dijatuhkan kepada Hendri Zainudin menandai salah satu tahap penting dalam upaya penegakan hukum terkait kasus korupsi di sektor olahraga.
Meskipun demikian, kasus ini juga menjadi pengingat bahwa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana hibah, terutama yang berasal dari anggaran negara.
Ke depan, diharapkan kejadian serupa tidak terulang kembali, baik di Sumatera Selatan maupun di daerah lain.
Pemerintah dan lembaga olahraga diharapkan dapat lebih memperketat pengawasan dan penerapan prinsip good governance dalam pengelolaan anggaran, demi memastikan bahwa dana yang diberikan benar-benar digunakan untuk kepentingan olahraga dan pengembangan prestasi atlet.
Dengan berakhirnya kasus ini, perhatian publik kini tertuju pada apakah tim kuasa hukum Hendri Zainudin akan mengajukan banding atas putusan tersebut, atau menerima vonis yang telah dijatuhkan oleh majelis hakim.