Hal ini sesuai dengan Pasal 54 C ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa jika setelah dilakukan perpanjangan pendaftaran hanya terdapat satu pasangan calon yang mendaftar dan memenuhi syarat, maka proses Pilkada tetap dilanjutkan.
Aturan ini dirancang untuk memastikan bahwa proses Pilkada tetap berjalan meskipun dengan kondisi minimnya calon, guna menjaga kelangsungan demokrasi di tingkat lokal.
Menurut data KPU, hingga 29 Agustus 2024, terdapat 43 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon.
BACA JUGA:Calon Tunggal yang Kalah tidak Boleh Maju Pilkada Berikutnya
Daerah-daerah ini tersebar di berbagai provinsi di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua Barat. Berikut adalah beberapa daerah yang tercatat memiliki calon tunggal:
1. Provinsi Papua Barat: Merupakan satu-satunya provinsi yang memiliki calon tunggal di tingkat provinsi.
Fenomena ini mencerminkan dinamika politik yang unik di wilayah tersebut, di mana kemungkinan adanya calon lain untuk bersaing sangat minim.
2. Provinsi Aceh: Di Aceh, ada dua kabupaten yang hanya memiliki calon tunggal, yaitu Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Taming.
Kondisi ini menunjukkan bagaimana kekuatan politik di daerah tersebut mungkin telah terpusat pada satu kelompok atau figur tertentu.
3. Provinsi Sumatera Utara: Beberapa kabupaten di Sumatera Utara juga mengalami kondisi serupa, seperti Kabupaten Tapanuli Tengah, Asahan, Pakpak Bharat, Serdang Berdagai, Labuhanbatu Utara, dan Nias Utara.
4. Provinsi Sumatera Selatan: Di provinsi ini, Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Empat Lawang hanya memiliki satu pasangan calon.
Hal ini mengindikasikan adanya dinamika politik yang mungkin mengarah pada dominasi politik oleh satu kelompok atau partai tertentu.
5. Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur: Kedua provinsi ini juga memiliki beberapa kabupaten yang hanya memiliki calon tunggal, seperti Kabupaten Ciamis di Jawa Barat dan Kabupaten Trenggalek serta Ngawi di Jawa Timur.
Fenomena calon tunggal ini tidak hanya terjadi di satu atau dua provinsi saja, tetapi tersebar di seluruh Indonesia.
Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana sistem politik lokal di Indonesia saat ini bekerja dan mengapa ada banyak daerah yang hanya memiliki satu calon kepala daerah.