KORANPALPOS.COM- Dalam hubungan suami istri, ketaatan istri kepada suami memiliki peranan penting dalam membentuk rumah tangga yang harmonis.
Ketaatan ini tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi juga menjadi salah satu sebab seorang istri bisa memasuki surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, ‘Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka."(HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471)
Ketaatan istri kepada suami, setelah kewajiban kepada Allah dan Rasul-Nya, menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi. Seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ
“Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan memerintah para wanita untuk sujud pada suaminya karena Allah telah menjadikan begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri.” (HR. Abu Daud no. 2140, Tirmidzi no. 1159, Ibnu Majah no. 1852)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata
وليس على المرأة بعد حق الله ورسوله أوجب من حق الزوج
bahwa tidak ada hak yang lebih wajib bagi wanita untuk dipenuhi selain hak suami setelah hak Allah dan Rasul-Nya (Majmu’ Al Fatawa, 32: 260).
Namun, ketaatan ini tidak bersifat mutlak. Jika suami memerintah istri untuk melakukan hal-hal yang melanggar syariat, seperti meninggalkan shalat, atau melakukan perbuatan maksiat lainnya, maka ketaatan dalam hal ini tidak diperbolehkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: