Mereka menggali tanah di berbagai lokasi, dengan harapan menemukan emas yang bisa mengubah nasib mereka.
Ketika PT DNS mulai beroperasi dengan izin atas lahan seluas 1000 hektare, semangat warga semakin meningkat.
Perusahaan tambang ini memberikan konfirmasi bahwa tanah di Sukamenang memang kaya akan emas.
Namun, mereka yang tidak bisa bekerja di dalam tambang resmi mulai menggali lubang di luar area yang dikuasai perusahaan.
Mereka mencari emas secara mandiri, meskipun harus menghadapi risiko besar tanpa perlindungan hukum.
Pada Agustus 2018, PT DNS menghentikan operasional tambang. Hal ini membuka peluang bagi lebih banyak orang untuk mencoba peruntungan di lahan yang sudah terbuka.
Penambang dari berbagai daerah, bahkan dari Pulau Jawa, berdatangan ke Sukamenang, bersaing dengan warga setempat yang sebagian besar adalah mantan pegawai PT DNS.
Mereka semua berharap menemukan emas dan mendapatkan keuntungan besar dari penambangan tersebut.
Meskipun Sumatera Selatan memiliki potensi tambang emas yang besar, terdapat beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam upaya eksploitasi.
Salah satunya adalah keterbatasan teknologi dan infrastruktur. Banyak wilayah tambang yang terletak di daerah terpencil, sehingga sulit dijangkau dan dieksploitasi secara maksimal.
Selain itu, kurangnya investasi dari pihak swasta dan minimnya perhatian pemerintah terhadap sektor tambang emas juga menjadi hambatan.
Di sisi lain, isu lingkungan juga menjadi perhatian utama.
Eksploitasi tambang emas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, termasuk deforestasi, pencemaran air, dan hilangnya habitat satwa.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam pengelolaan tambang emas di Sumsel.
Terlepas dari tantangan yang ada, Sumatera Selatan tetap menjadi salah satu penghasil emas terbesar di Indonesia.
Dengan produksi emas mencapai lebih dari 30 ton per tahun, Sumsel berkontribusi signifikan dalam memenuhi kebutuhan emas nasional.