Seperti Suparman, Ahmad Tahir juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kedua terdakwa ini telah menerima putusan hakim tanpa mengajukan banding, sebuah langkah yang menunjukkan penerimaan mereka terhadap hukuman yang dijatuhkan.
Pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh Hendri Zainuddin menjadi salah satu faktor yang meringankan tuntutan hukuman yang diajukan oleh JPU.
Dalam hukum pidana korupsi di Indonesia, pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana korupsi yang telah dilakukan, namun dapat menjadi pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman yang lebih ringan.
Kasus ini menjadi sorotan publik, tidak hanya karena melibatkan pejabat tinggi dalam dunia olahraga di Sumatera Selatan, tetapi juga karena besarnya kerugian negara yang ditimbulkan.
Pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh Hendri Zainuddin diharapkan dapat menjadi contoh bagi terdakwa lainnya untuk bertanggungjawab atas perbuatan mereka.
Meskipun demikian, proses hukum tetap berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kasus korupsi yang melibatkan para pejabat KONI Sumsel ini menimbulkan reaksi beragam di kalangan masyarakat.
Sebagian kalangan menilai bahwa hukuman yang dijatuhkan masih terlalu ringan mengingat besarnya kerugian negara dan dampak yang ditimbulkan.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa pengembalian kerugian negara dan sikap kooperatif terdakwa dalam proses hukum sudah selayaknya mendapat penghargaan berupa pengurangan hukuman.
Dalam perspektif penegakan hukum, kasus ini menunjukkan upaya serius aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana korupsi, khususnya di sektor olahraga yang selama ini jarang tersentuh.
Meskipun demikian, publik berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi para pengelola dana publik untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas mereka.
Kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel yang melibatkan Mantan Ketua Umum Hendri Zainuddin, Suparman Romans, dan H. Ahmad Tahir menjadi salah satu kasus besar yang menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.
Tuntutan 1,5 tahun penjara terhadap Hendri Zainuddin, yang lebih ringan dari dua terdakwa lainnya, menunjukkan adanya pertimbangan atas sikap kooperatif dan pengembalian kerugian negara yang telah dilakukannya.
Sidang berikutnya yang dijadwalkan pada 20 Agustus 2024 akan menjadi momen penting dalam menentukan nasib Hendri Zainuddin.
Dengan pembelaan yang akan diajukan oleh tim kuasa hukumnya, publik menantikan keputusan akhir dari majelis hakim yang diharapkan dapat mencerminkan keadilan dan kepastian hukum.