Sebuah Kemunduran Demokrasi : Wacana Pemilihan Presiden Dikembalikan ke MPR
Gedung MPR DPR RI di Senayan dan suasana debat para calon presiden dalam Pilpres 2024 kemarin-Foto : Disway-
Mereka menyatakan bahwa hal ini dianggap sebagai kemunduran dalam sistem demokrasi yang telah diperjuangkan sejak era reformasi tahun 1998.
Ahmad, salah seorang warga Kota Palembang menilai, dirinya prihatin dengan wacana ini karena ini seperti menghapuskan hak pilih langsung rakyat yang telah diraih sejak reformasi.
"Ini bisa menjadi langkah mundur bagi demokrasi kita," ujarnya, Senin (24/6).
Sedangkan Ida, warga Muara Enim mengatakan, pemilihan presiden langsung oleh rakyat merupakan bentuk kedewasaan demokrasi.
Dengan mengembalikan ke MPR lanjut dia, bisa membawa risiko interpretasi politik yang lebih besar.
"Sudah seharusnya pemilihan presiden tetap dalam kendali langsung rakyat sebagai bentuk pemenuhan hak demokrasi yang sejati," tandasnya.
Senada dikatakan Edwin, warga Musi Banyuasin (Muba).
Menurutnya Pilpres yang dipilih langsung oleh rakyat merupakan yang terbaik dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
"Demokrasi langsung tentunya yang terbaik. Jangan mundur ke belakang. Jika alasannya sogok atau rakyat bisa dipengaruhi, inilah yang menjadi poin kekurangannya yang kedepan terus dan terus harus kita perbaiki. Namun jika dikembalikan ke MPR jelas suatu kemunduran demokrasi dan siapa yang menjamin pemilihan presiden melalui MPR akan bersih dan tidak akan ada politik uang," ujarnya dengan nada bertanya.
Wacana ini telah menimbulkan berbagai diskusi di kalangan masyarakat Sumsel, dengan sebagian besar pendapat mengarah pada keinginan untuk mempertahankan pemilihan presiden langsung oleh rakyat sebagai salah satu tonggak utama dalam sistem demokrasi Indonesia.
" Karena pemilihan langsung merupakan bagian dari upaya untuk menjaga semangat reformasi. Kalau kembali dipilih MPR maka kualitas demokrasi yang akan turun ke jurang yang paling dasar," ucap Ama, warga Kemuning Kota Palembang.
Sementara itu, Pengamat Sosial dan Politik, M Haekal Al-Haffafah S.Sos, M.Sos mengatakan, secara prinsip prosedur melalui pemilihan langsung oleh rakyat pun melalui MPR sama-sama demokratis.
Hanya yang kemudian jadi kritik lanjut Haekal, adalah ada praktek-praktek demokrasi yang berjalan secara berhimpitan dengan mekanisme yang tidak demokratis.
"Bentuknya seperti apa? Bisa nepotisme, money politik, penyalahgunaan APBN, mobilisasi aparat lewat instrumen TNI/Polri, mobilisasi karyawan BUMN, mengkonversi birokrasi menjadi mesin politik yang bergerak melalui jejaring OPD-ASN dan seterusnya, itu yang kemudian dipersoalkan publik," ujarnya, Senin (24/6).
Yang mesti juga diingat, demokrasi juga lanjutnya, memberikan ruang untuk uji coba sehingga berbagai model prosedur pemilihan dalam kerangka kompetisi elit itu untuk bisa ditinjau ulang.