Banjir Parah Sumatera: Investigasi Kerusakan Hutan, Aktivitas Tambang, dan Seruan Status Bencana Nasional

KLH akan tinjau ulang persetujuan lingkungan wilayah terdampak banjir di Sumatera-Foto : ANTARA-

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, kata Yuliot, akan terjun ke tiga provinsi terdampak bencana banjir dan longsor untuk mengecek berbagai permasalahan, seperti ketersediaan energi di wilayah yang terdampak oleh bencana banjir bandang dan longsor, serta lokasi pertambangan yang diperkirakan menjadi penyebab bencana banjir bandang.

“Ini dicek di lapangan, besok Pak Menteri akan lihat dari atas. Besok (Selasa),” kata Yuliot.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar menilai Sumatera telah diperlakukan sebagai zona pengorbanan untuk tambang mineral dan batu bara (minerba).

Terdapat sedikitnya 1.907 wilayah izin usaha pertambangan minerba aktif dengan total luas 2.458.469,09 hektare.

Di tingkat kawasan hutan, skema Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) menjadi pintu utama pelepasan fungsi lindung menjadi ruang ekstraksi, tutur dia.

Di Pulau Sumatera saat ini tercatat sedikitnya 271 PPKH dengan total luas 53.769,48 hektare.

Dari jumlah tersebut, 66 izin diperuntukkan bagi tambang dengan luas 38.206,46 hektare, 11 izin untuk panas bumi/geothermal dengan luas 436,92 hektare, 51 izin untuk migas seluas 4.823,87 hektare, 72 izin untuk proyek energi lainnya dengan luas 3.758,68 hektare, sementara sisanya diberikan untuk keperluan telekomunikasi, pemerintahan, dan berbagai kepentingan lain.

“PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola tambang emas Martabe di bentang Ekosistem Batang Toru, termasuk salah satu pemegang PPKH ini,” kata dia.

Dengan bukaan lahan yang saat ini diperkirakan telah mencapai sekitar 570,36 hektare di dalam kawasan hutan, menggambarkan skala intervensi langsung terhadap penyangga utama daerah aliran sungai di kawasan tersebut.

Menanggapi tudingan sebagai penyebab bencana, PTAR perlu meluruskan informasi bahwa lokasi banjir bandang di Desa Garoga berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga/Aek Ngadol, yang berbeda dan tidak terhubung dengan DAS Aek Pahu, tempat PTAR beroperasi.

"Pemantauan kami juga tidak menemukan material kayu di DAS Aek Pahu yang dapat dikaitkan dengan temuan di wilayah banjir. PTAR mendukung penuh kajian komprehensif yang dilakukan pemerintah atas seluruh faktor penyebab bencana ini dan siap bekerja sama secara transparan," ujar Senior Manager Corporate Communications PTAR Katarina Siburian Hardono.

Sementara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan meninjau kembali dokumen persetujuan lingkungan perusahaan-perusahaan di wilayah terdampak banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat termasuk di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru.

Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq yang ditemui usai Anugerah Proklim Tahun 2025 di Jakarta, Senin (01/12/2025), menyampaikan sudah meminta jajaran terkait melakukan kajian ulang persetujuan lingkungan.

"Kemudian kita juga akan me-review semua persetujuan di situ. Jadi, kita akan menggunakan kondisi siklon tropis ini sebagai baseline dari curah hujan. Artinya, semua kajian lingkungan harus di atas itu kemampuannya," kata Hanif.

Secara khusus dia menyebut KLH/BPLH akan memanggil delapan perusahaan yang beraktivitas di DAS Batang Toru untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait aktivitas mereka di wilayah itu.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan