Komisi Reformasi Polri Buka Kritik untuk Lindungi Minoritas

Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri sekaligus Menko KumHAM Imipas Yusril Ihza Mahendra usai menerima berbagai organisasi masyarakat sipil-Foto : ANTARA-

KORANPALPOS.COM - Komite Percepatan Reformasi Polri membuka ruang seluas-luasnya bagi kritik tajam terhadap Kepolisian RI, mulai dari aspirasi kaum minoritas hingga kasus kekerasan, sebagai bahan penting dalam perumusan rekomendasi reformasi Polri kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri sekaligus Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko KumHAM Imipas) Yusril Ihza Mahendra setelah menerima berbagai organisasi masyarakat sipil dalam agenda penjaringan aspirasi di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (25/11/2025).

"Semua yang hadir itu, kami dengarkan masukan-masukan mereka, bahkan kritik-kritik yang tajam yang ditujukan kepada lembaga kepolisian," katanya dalam sesi konferensi pers seusai acara.

BACA JUGA:DPR Desak Hapus Status Honorer Guru

BACA JUGA:Kemendagri Pacu Pembangunan SPPG di Daerah 3T

Yusril mengatakan agenda penyerapan aspirasi yang dipimpin Jimly Asshiddiqie telah mendengar masukan dari sejumlah organisasi, mulai dari Gusdurian, Setara Institute, hingga Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Ketiga kelompok itu secara khusus mengangkat persoalan penanganan konflik keagamaan oleh aparat, terutama ketika kelompok mayoritas berhadapan dengan kelompok minoritas seperti Syiah dan Ahmadiyah.

Menurut Yusril, berbagai laporan yang disampaikan menggambarkan adanya ketidakpuasan terhadap langkah penegakan hukum yang dinilai cenderung merugikan kelompok minoritas.

BACA JUGA:Polri Siap Berbenah Total, Buntut Masyarakat Lapor Damkar

BACA JUGA:PPUU DPD RI Dalami Disharmonisasi Regulasi Daerah untuk Perkuat Reformasi UU Pemda

"Polisi kemudian terlibat dalam menangani kasus ini, mengambil satu langkah hukum dan itu menimbulkan banyak sekali komentar, tanggapan dan kritik," ujarnya.

Ia menilai isu tersebut tidak semata terkait kewenangan polisi, melainkan juga berhubungan dengan peran Kementerian Agama serta lembaga-lembaga keagamaan dalam membangun pendidikan toleransi di masyarakat.

“Poinnya adalah, apakah tidak sebaiknya kita lebih mengedepankan aspek konstitusional dalam menyelesaikan konflik umat beragama itu daripada kita mengambil langkah law enforcement di bidang hukum pidana,” ujar Yusril.

BACA JUGA:Mendagri Minta Karang Taruna Jadi Motor Perubahan Desa

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan