Pelajaran Demokrasi dari Tuntutan 17+8: Reformasi DPR dan Aspirasi Rakyat

Pelajaran demokrasi dari "Tuntutan 17+8"-Foto : ANTARA-

Gugus tugas ini dapat bekerja secara hibrida, melalui rapat virtual dan lokakarya luring, dengan menyusun peta jalan berbasis indikator kinerja utama (KPI) yang dapat dipantau publik.

Di sisi lain, pemerintah perlu merumuskan program nasional “demokrasi digital” di sekolah dan kampus.

Tujuannya adalah meningkatkan literasi digital generasi muda dan menumbuhkan empati dalam kehidupan demokrasi.

Teknologi seperti virtual reality (VR) dapat dimanfaatkan untuk simulasi dialog antara pemerintah dan rakyat, membantu memecah echo chambers dan membangun pemahaman lintas perspektif.

Gerakan “Tuntutan 17+8” menyimpan pelajaran penting bagi demokrasi Indonesia.

Bagi pemerintah, gerakan ini menjadi pengingat akan urgensi mendengarkan “suara rakyat” secara aktif dan tulus.

Transparansi serta akuntabilitas dalam pengambilan keputusan, bukan hanya tuntutan moral, tetapi fondasi untuk membangun kembali kepercayaan publik.

Bagi masyarakat, gerakan ini menunjukkan bahwa aspirasi dapat disampaikan melalui cara yang elegan, kondusif, dan jauh dari tindakan anarkis.

Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi yang cerdas dan beretika dari kedua belah pihak.

Reformasi di bidang pelayanan publik perlu segera dilakukan agar pemerintah mampu membaca dan merespons kondisi riil masyarakat secara tepat.

Di saat yang sama, pengawasan terhadap aparat penegak hukum dan lembaga negara harus diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan keadilan ditegakkan secara konsisten.

Dalam ekosistem demokrasi yang sehat, rakyat bukan hanya pemilih, tetapi juga pengawas aktif.

Pemerintah, sebagai pelayan publik, harus siap menjadi objek pemantauan yang terbuka dan bertanggung jawab. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan