Waspadai Hoaks Terkait Demonstrasi, Penjarahan, dan Provokasi Digital
Komjen Pol Dedi Prasetyo, Wakapolri-Foto : ANTARA-
Septiaji menyampaikan pula bahwa Mafindo mendukung pelaksanaan demonstrasi sebagai bentuk kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin dalam negara demokrasi.
Namun, Mafindo menentang aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat maupun demonstran.
BACA JUGA:Fakta Terbaru Penjarahan Rumah Uya Kuya di Pondok Bambu: Polisi Tangkap 9 Terduga Pelaku !
BACA JUGA:Wakil Panglima TNI Bantah Isu Darurat Militer
"Menjarah adalah tindakan yang harus dijauhi karena tergolong tindak pidana pencurian," kata Septiaji.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) Alexander Sabar menegaskan pemerintah tidak melakukan penurunan konten atau pembatasan akses terhadap media sosial (Medsos) saat aksi unjuk rasa yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir.
"Perlu diketahui tidak ada arahan dari Komdigi maupun pemerintah untuk menurunkan atau membatasi akses terhadap platform media sosial pada saat aksi di DPR tanggal 28 Agustus," kata Alexander.
Alexander mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menyebarkan disinformasi dan hoaks.
Dia juga mengingatkan penyampaian aspirasi secara tertib serta mengajak semua pihak menjaga kondusivitas baik di ruang digital maupun fisik.
"Pemerintah menghimbau agar semua pihak dapat melaksanakan proses demokrasi secara tertib dan menjaga situasi tetap kondusif, baik di ruang digital maupun ruang fisik," ujarnya.
Saat ini pemerintah sudah melakukan komunikasi intens dengan pihak pengelola platform media sosial terkait penanganan konten-konten provokatif yang bersifat disinformasi maupun hoaks.
"Pemanggilan (platform media sosial) akan dilakukan apabila diperlukan pendalaman penilaian situasi ruang digital kita," ucap Alexander.
Sebelumnya diwartakan, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo meminta pengelola platform media sosial untuk ikut melindungi masyarakat dari informasi-informasi yang tidak benar termasuk disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK) yang merusak sendi-sendi demokrasi.
“Ini merusak sendi-sendi demokrasi. Misalnya, kita mau menyampaikan satu aspirasi, menyampaikan satu pendapat, tetapi tiba-tiba di sosial media dibumbui atau ditambahkan dengan informasi-informasi yang tidak sesuai, itu kan merusak semangat kita untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi kita,” kata Angga.
Oleh karena itu, ia mengimbau semua pihak untuk bersama-sama melakukan verifikasi terhadap seluruh informasi yang beredar, termasuk para pengelola platform media sosial agar menjaga ruang digital.