DPR Dorong Ekosistem Musik Sehat Lewat Kesepakatan Royalti

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara-Foto: Antara-
BACA JUGA:DPD Dorong Pemda Kreatif Tingkatkan PAD
Kelima, penerapan skema tarif proporsional berdasarkan jenis usaha, luas ruangan, dan durasi pemutaran musik. Dengan sistem ini, pelaku usaha tidak lagi merasa terbebani, sementara hak musisi tetap terjamin.
Lebih lanjut, Dewi menegaskan bahwa revisi UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dan digitalisasi sistem royalti menjadi kunci keberlanjutan industri musik yang adil, akuntabel, sekaligus modern.
Ia menekankan pentingnya menumbuhkan budaya menghormati hak cipta di tengah masyarakat.
BACA JUGA:Prabowo Pimpin Ratas Bahas Investasi dan Ekonomi
BACA JUGA:Presiden Jerman Undang Prabowo Kunjungi Berlin 2025
“Ini bukan sekadar urusan bisnis atau regulasi, tetapi juga tentang menghargai karya anak bangsa. Industri musik Indonesia harus tumbuh sehat dan berkelanjutan,” tegasnya.
Sebelumnya, polemik royalti mencuat setelah implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Banyak pelaku usaha seperti restoran, kafe, hotel, hingga transportasi umum mengaku belum memahami kewajiban membayar royalti. Tak sedikit yang akhirnya memilih berhenti memutar musik atau beralih ke lagu asing.
BACA JUGA:Prabowo Pimpin Ratas Bahas Investasi dan Ekonomi
BACA JUGA:Presiden Jerman Undang Prabowo Kunjungi Berlin 2025
Di sisi lain, musisi mempertanyakan transparansi distribusi royalti yang dikelola LMK. Ketidakjelasan ini memunculkan ketegangan hingga akhirnya 29 musisi mengajukan uji materi UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi pada Maret 2025.
Dengan kesepakatan terbaru ini, DPR optimistis kebingungan yang sempat menimbulkan keresahan tersebut bisa teratasi, sekaligus membuka jalan bagi lahirnya iklim industri musik nasional yang lebih sehat dan berkeadilan.(ant)