DPD Dorong Pemda Kreatif Tingkatkan PAD

Anggota Komite I DPD RI Irman Gusman-Foto: Antara-
JAKARTA - Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman, menilai penurunan alokasi dana transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 harus menjadi momentum bagi pemerintah daerah (pemda) untuk lebih kreatif dan inovatif dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Penurunan TKD dalam RAPBN 2026 tercatat sebesar Rp650 triliun, atau turun sekitar 24,7 persen dibandingkan proyeksi realisasi TKD 2025 yang mencapai Rp864,1 triliun. Menurut Irman, meski pengurangan dana pusat ini memberatkan pemda, hal tersebut juga menjadi peluang untuk menggali potensi fiskal daerah secara lebih mandiri.
“Pengurangan transfer pusat memang memberatkan pemda, tapi justru di sinilah tantangan bagi daerah untuk menggali potensi fiskal secara kreatif dan inovatif,” kata Irman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
BACA JUGA:Prabowo Pimpin Ratas Bahas Investasi dan Ekonomi
BACA JUGA:Presiden Jerman Undang Prabowo Kunjungi Berlin 2025
Ia menekankan bahwa penyesuaian anggaran daerah tidak harus selalu dilakukan dengan menaikkan pajak atau retribusi yang dapat membebani masyarakat kecil.
Menurutnya, optimalisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), pemanfaatan aset daerah, pengembangan investasi, serta pembukaan sektor wisata dan ekonomi kreatif bisa menjadi alternatif strategis.
Irman juga menyoroti pentingnya komunikasi dan musyawarah publik sebelum melakukan penyesuaian tarif pajak, khususnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
BACA JUGA:DPD RI Dukung Sawah Baru Presiden untuk Swasembada Pangan
BACA JUGA:Wakil KSAD Baru dan Rotasi Pangdam Resmi Dilantik
“Harus ada musyawarah agar kebijakan fiskal tidak menimbulkan keresahan. Jangan sampai rakyat terbebani karena itu harus menimbang kemampuan masyarakat itu sendiri,” ujarnya.
Ia mencontohkan kasus kenaikan PBB-P2 di beberapa daerah, seperti Pati, Cirebon, dan Bone, yang memicu protes warga karena dianggap memberatkan.
Menurut Irman, hal ini menjadi pelajaran penting bahwa kebijakan fiskal tanpa komunikasi publik yang baik bisa menimbulkan gejolak sosial.
BACA JUGA:PPHN Jadi Kompas Pembangunan Nasional