Akhir Pemilu Serentak : MK Ubah Desain Pemilu Mulai 2029 !

MK Ubah Desain Pemilu Mulai 2029-Foto : Istimewa-
BACA JUGA:Kejagung Periksa Nadiem Makarim
Akibatnya, alih-alih menjaga idealisme dan ideologi, partai menjadi mudah terjebak dalam pragmatisme.
Partai pun tidak berdaya berhadapan dengan realitas politik dan kepentingan politik praktis.
Hasilnya? Partai lebih memperhitungkan popularitas calon non-kader karena tak ada lagi kesempatan, waktu, dan energi untuk mempersiapkan kader sendiri.
Apabila kondisi itu terus dibiarkan, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik yang dipilih rakyat justru didasarkan pada sifat transaksional sehingga pemilu menjadi jauh dari proses yang ideal dan demokratis.
Kedaulatan rakyat dalam pesta demokrasi juga dipertimbangkan betul oleh Mahkamah.
Pemilu anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota yang berdekatan dengan pemilihan kepala daerah menyebabkan minimnya waktu bagi rakyat untuk menilai kinerja dari pejabat terpilih.
Dengan rentang waktu yang berdekatan, ditambah dengan penggabungan pemilu DPRD dalam pemilu DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden mengakibatkan masalah pembangunan daerah tenggelam di tengah isu nasional.
Padahal, masalah pembangunan daerah perlu tetap dijadikan sebagai fokus pada tahapan pemilu lokal.
Di samping itu, Mahkamah memandang, pemilu beruntun dalam tahun yang sama—seperti tahun 2024—berpotensi membuat pemilih menjadi jenuh.
Kejenuhan tersebut dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon dalam pemilu DPR, DPD, presiden/wakil presiden, dan DPRD.
Bahkan, MK menyebut pemilih menjadi tidak fokus saat hendak mencoblos di tempat pemungutan suara.
Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan, waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas.
Kondisi tersebut, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilu.
Tidak hanya itu, MK juga mengambil contoh pelaksanaan Pemilu 2019 yang menyebabkan penyelenggara pemilu jatuh sakit dan meninggal dunia karena rumitnya teknis penghitungan suara dan terbatasnya waktu untuk rekapitulasi suara.