Kadisnakertrans Sumsel Akui Tak Pernah Lapor LHKPN

Mantan Kadisnakertrans Sumsel, Deliar berjalan menuju ruang persidangan di PN Tipikor Palembang, Rabu (11/06)-foto:dokumen palpos-

BACA JUGA:Nekat Kabur saat Disergap: Pelaku Curat Dihadiahi Timah Panas oleh Tim Elang Muara !

Dalam sidang yang diwarnai interupsi dari JPU, Deliar berulang kali mengaku tidak memahami aturan tentang pelaporan kekayaan negara.

Ia bahkan berdalih bahwa dirinya tidak bisa menggunakan perangkat elektronik modern, seperti komputer.

“Saya tidak mengerti apa harus melapor kekayaan pribadi atau istri pertama. Karena secara administrasi, saya memang masih berstatus menikah dengan istri pertama, tapi kami sudah pisah ranjang lama. Sekarang saya bersama istri baru. Saya bahkan menggunakan laptop saja tidak bisa,” ujarnya.

Pernyataan tersebut mendapat reaksi keras dari jaksa yang menilai bahwa alasan “tidak tahu aturan” tidak bisa dijadikan pembelaan dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat pejabat publik.

“Sebagai pejabat eselon II, terdakwa seharusnya memahami kewajiban sebagai penyelenggara negara, termasuk pelaporan kekayaan pribadi. Apalagi jumlah harta yang dimiliki tidak sedikit,” tegas jaksa.

Sidang juga mengungkap praktik kotor dalam penerbitan surat layak K3 yang semestinya menjadi dasar keselamatan operasional perusahaan.

Dalam dakwaan JPU, Deliar Marzoeki disebut menerima uang suap dari berbagai perusahaan untuk mempercepat dan mempermudah proses penerbitan surat K3, termasuk surat yang seharusnya tidak layak dikeluarkan.

Salah satu modus yang digunakan adalah dengan bekerja sama dengan pihak ketiga, yaitu PT Dhiya Aneka Teknik, yang merupakan perusahaan milik kerabat terdakwa.

Perusahaan ini kemudian mengeluarkan laporan inspeksi fiktif melalui afiliasinya, PT Dhiya Duta Inspeksi.

“Surat layak K3 diterbitkan secara surut dan tanpa pengecekan lapangan. Bahkan disebutkan bahwa ada lift barang milik salah satu perusahaan yang tidak pernah diservis sejak tahun 2022, tapi tetap mendapatkan rekomendasi layak,” papar JPU.

Salah satu pihak yang terlibat adalah General Manager PT Atyasa Mulia, Maryam.

Melalui kuasa hukumnya, Septalia Furwani, ia disebut mengirim uang sebesar Rp162 juta kepada terdakwa sebagai bentuk suap.

Padahal, sebelumnya terdakwa meminta nominal hingga Rp280 juta.

Dari hasil penyidikan, total uang yang diterima terdakwa dari berbagai perusahaan dalam periode September 2023 hingga Januari 2024 mencapai Rp1,9 miliar.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan