Penuaan dan Kehamilan Picu Pelemahan Otot Panggul : Waspadai Dampaknya Sejak Dini !

Spesialis Obyn Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Dr. dr. Fernandi, SpOG (K) -Foto : ANTARA-

Selain itu, terdapat pula terapi medis seperti fisioterapi panggul dan penggunaan alat bantu (biofeedback) bagi pasien dengan pelemahan berat.

Dalam beberapa kasus, tindakan operasi bisa menjadi pilihan, terutama jika terjadi prolaps yang parah.

Kondisi pelemahan otot panggul bisa dialami siapa saja, namun lebih rentan terjadi pada:

• Wanita dengan riwayat melahirkan anak besar (> 3,5 kg)

• Wanita yang telah melahirkan lebih dari satu kali

• Usia di atas 40 tahun

• Wanita menopause (karena penurunan hormon estrogen)

• Pekerja atau ibu rumah tangga yang sering mengangkat beban berat

• Penderita batuk kronis atau sembelit kronis yang menyebabkan tekanan berulang pada otot panggul

Meski risiko dan dampaknya cukup signifikan, kesadaran masyarakat, khususnya perempuan, terhadap pentingnya menjaga kesehatan otot panggul masih tergolong rendah.

Banyak yang menganggap kebocoran urin atau nyeri panggul sebagai hal biasa setelah melahirkan atau saat memasuki usia lanjut, padahal kondisi ini bisa dicegah dan diatasi.

Dr. Fernandi berharap melalui edukasi yang masif dan deteksi dini, perempuan bisa lebih peduli terhadap kesehatan panggul mereka.

“Ini menyangkut kualitas hidup, jangan tunggu sampai berat baru memeriksakan diri. Lebih baik mencegah daripada mengobati,” ujarnya.

Penanganan pelemahan otot panggul tidak cukup hanya dengan intervensi medis, tetapi juga perlu dukungan dari lingkungan sekitar, terutama keluarga.

Suami dan anggota keluarga lainnya perlu memberikan pemahaman dan dorongan agar perempuan tidak merasa malu untuk memeriksakan diri atau menjalani terapi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan