KPK Kian Tak Berdaya

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi.-Foto : Disway-
Artinya, KPK hanya bisa melihat dari jauh dan selebihnya diserahkan ke aparat penegak hukum umum, yang selama ini justru dinilai lebih rentan terhadap intervensi.
Langkah legislasi ini dinilai sebagai bagian dari tren sistematis pelemahan KPK yang telah berlangsung sejak revisi UU KPK pada 2019.
Kini, dengan mengeluarkan aktor-aktor strategis seperti direksi BUMN dari radar KPK, pemberantasan korupsi semakin kehilangan giginya.
Lembaga antikorupsi independen ini seakan hanya dijadikan etalase simbolik, bukan lagi institusi yang efektif.
Tak heran, publik pun mulai mempertanyakan: masih relevankah keberadaan KPK di tengah tumpukan aturan yang justru membonsainya?
Pertanyaan ini menggema di ruang-ruang diskusi publik. Jika KPK tak lagi bisa menyentuh BUMN yang mengelola triliunan rupiah dana negara dan bersinggungan langsung dengan kekuasaan maka lembaga ini tinggal nama.
Terkait pasal Pasal 3X Ayat (1) Pasal 9G dalam UU BUMN tersebut, tentu ini mencabut dasar hukum bagi KPK untuk melakukan penindakan, karena berdasarkan UU KPK, lembaga antirasuah hanya bisa menangani kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara.
Mengacu pada Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, penyelenggara negara adalah pejabat yang menjalankan fungsi kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, atau pejabat lain yang berkaitan langsung dengan tugas penyelenggaraan negara.
Dengan demikian, status hukum direksi dan komisaris BUMN saat ini di luar jangkauan KPK, kecuali melibatkan jabatan publik lainnya.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan lembaganya akan mengkaji secara mendalam dampak substansi UU BUMN terhadap kewenangan penindakan KPK.
“Perlu ada kajian, baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan, untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK,” ujarnya.
Tessa juga menekankan bahwa langkah kajian dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan komitmen pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, yang ingin menekan kebocoran anggaran dan memperkuat tata kelola BUMN.
Ia menambahkan, meskipun KPK adalah pelaksana undang-undang, lembaga ini juga memiliki fungsi untuk memberi masukan terhadap peraturan perundang-undangan yang dinilai berpotensi mengganggu efektivitas pemberantasan korupsi.
Disisi lain, penerapan 2 padal dalam UU BUMN tersebut, warga Sumatera Selatan (Sumsel) ikut bersuara .
Dimana warga Sumsel menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap disahkannya Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) Nomor 1 Tahun 2025, yang dinilai melemahkan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengawasi potensi praktik korupsi di tubuh BUMN.