KPK Kian Tak Berdaya

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi.-Foto : Disway-

PEMBERANTASAN korupsi kembali mendapat hantaman telak. Kali ini datang dari produk legislasi terbaru: Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) Nomor 1 Tahun 2025.

Aturan ini memuat sejumlah pasal kontroversial yang secara eksplisit meminggirkan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengawasi dan menindak dugaan korupsi di tubuh BUMN.

Sorotan tajam publik tertuju pada Pasal 3X Ayat (1) yang menyatakan, “Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara.” Sementara itu, Pasal 9G berbunyi, “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

Sekilas mungkin tampak teknis.

BACA JUGA:Pencegahan Dini dan Edukasi Masyarakat

BACA JUGA:Harus Diiringi Kontribusi fan Etos Kerja Nyata

Namun secara substansi, dua pasal ini membawa dampak besar dan mengkhawatirkan: mereka mengeluarkan para petinggi dan pegawai BUMN dari lingkup “penyelenggara negara”.

Padahal, status inilah yang selama ini menjadi landasan hukum bagi KPK untuk memiliki yurisdiksi menyelidiki, menyidik, dan menuntut kasus korupsi di perusahaan pelat merah.

Dengan kata lain, UU ini berpotensi menyunat langsung kewenangan KPK, membuat lembaga antirasuah itu lumpuh dalam mengusut praktik korupsi di salah satu sektor strategis negara: BUMN.

Selama ini, banyak kasus korupsi kakap melibatkan pejabat BUMN: dari suap proyek infrastruktur, pengadaan barang dan jasa, hingga permainan saham dan laporan keuangan.

BACA JUGA:Peran Guru sebagai Mentor dan Orang Tua

BACA JUGA:Diharapkan Sukses Dulang Prestasi

KPK berkali-kali membuktikan taringnya dalam membongkar praktik busuk tersebut. Dengan ketentuan baru ini, ruang gerak KPK menjadi sangat terbatas.

Jika direksi dan komisaris BUMN tak lagi dianggap penyelenggara negara, maka secara hukum KPK tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa mereka.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan