UGM Pecat Guru Besar Fakultas Farmasi Usai Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual

--

BACA JUGA:Ilegal Driling di Keluang Terbakar Polisi Buru Pelaku

Pertemuan tersebut kerap dilakukan di luar kampus, sehingga tidak terpantau pihak universitas.

"Ada diskusi, ada bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan atau lomba. Modus ini membungkus kekerasan dalam hubungan akademik," jelas Andi.

Sebagai bentuk langkah preventif, EM telah lebih dulu dibebastugaskan dari seluruh aktivitas tri dharma perguruan tinggi dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) pada 12 Juli 2024—bahkan sebelum proses pemeriksaan selesai.

BACA JUGA:Panther Vs Terios di Jalinsum Muratara Renggut Nyawa Siswi SD

BACA JUGA:Pencuri Bibit Sawit dan Kurma di Ogan Ilir Tertangkap

Meskipun EM telah diberhentikan dari UGM, statusnya sebagai guru besar secara administratif belum dicabut karena merupakan wewenang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

"Status guru besar diajukan oleh perguruan tinggi tetapi ditetapkan oleh kementerian. Untuk mencabutnya, kami akan sampaikan hasil laporan ke kementerian sebagai bahan evaluasi," jelas Andi.

Kasus ini menjadi salah satu contoh konkret penegakan sanksi tegas oleh UGM terhadap pelaku kekerasan seksual, khususnya dari kalangan tenaga pendidik.

UGM sendiri telah menerapkan kebijakan berbasis Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan membentuk Satgas PPKS sejak September 2022 untuk merespons kasus-kasus serupa secara sistemik.

"Kampus idealnya adalah ruang yang aman dan kondusif bagi semua civitas akademika. Karena itu, kami berkomitmen menerapkan prinsip-prinsip perlindungan dan keadilan, terutama bagi para korban," ujar Andi.

Satgas PPKS UGM terus melanjutkan perannya tidak hanya dalam aspek pelaporan dan penanganan, tetapi juga pemulihan dan pemberdayaan korban, serta kampanye edukasi pencegahan.

Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi merupakan isu serius yang membutuhkan keterlibatan semua pihak, baik pengelola kampus, dosen, mahasiswa, hingga masyarakat luas.

Tindakan UGM ini menjadi preseden penting bagi universitas lain dalam membangun budaya akademik yang sehat dan bebas dari kekerasan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan